Minggu, 08 November 2009

ANALISIS YURIDIS KASUS PENCEMARAN UDARA PT. HANIL INDONESIA

Kasus :

100 Warga Boyolali Protes Pencemaran Udara PT Hanil Indonesia

Jumat, 19 September 2008 19:23 WIB | Warta Bumi |

Boyolali (ANTARA News) - Seratusan warga Desa Butuh, Teras, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Jumat, mendatangi pabrik PT Hanil Indonesia di Desa Napen, menuntut ganti rugi, akibat limbah pabrik yang mencemari lingkungan wilayah mereka.

Ratusan warga Desa Butuh tersebut, menyatakan, bahwa asap yang ditimbulkan dari pembakaran limbah mencemari udara, sehingga barang-barang mereka menjadi hitam bercampur minyak dan sulit dibersihkan.


Ketua RT 06 RW 02 Desa Butuh Rakiman (42), mengatakan, puluhan warganya mengalami sakit mata akibat pengaruh asap yang ditimbulkan dari pembakaran limbah perusahaan tersebut.


"Warga banyak yang sakit mata merah dan sesak pernafasan akibat asap limbah pabrik," katanya.

Selain itu, warga banyak yang mengeluh akibat asap tersebut, pakaian yang dijemur menjadi hitam berminyak dan sulit sekali dibersihkan.


Lurah Desa Butuh, Joko Masila, mengatakan, warga juga menuntut agar limbah pabrik yang mengalir dan mencemari Sungai Gandul di Desa Butuh untuk dihentikan, karena mereka tidak bisa lagi memanfaatkan air sungai itu.

Ratusan pengunjuk rasa tersebut masuk di halaman pabrik sejak pukul 06.00 WIB dan dijaga keamanan dari Polres maupun TNI setempat dan mereka menunggu jawaban dari pihak pabrik. Siang sekitar pukul 12.00 WIB, sebanyak lima perwakilan dari mereka diterima Kabag Personalia PT. Hanil Indonesia Edi Swasana.


Joko Marsilo menambahkan, dari hasil pertemuan tersebut pihak pabrik milik Korea itu mebuat surat tertulis yang ditandatangi pemilik perusahaan, Shi Jin Ho, dan isinya menyanggupi akan mengganti kerugian warga.


Namun, sebelumnya harus dibentuk tim dari kedua pihak untuk mendata kerugian warga akibat asap limbah pabrik tersebut.


Selain itu, pemilik pabrik pemintalan benang tersebut juga menjelaskan, bagi warga yang menderita sakit akibat limbah pabrik akan diperiksa oleh dokter perusahaan.

"Jika ada warga yang sakit dan perlu perawatan serius segera dirujuk ke rumah sakit dan perusahaan akan membiayai pengobatannya," kata Joko Marsilo saat membacakan surat perjanjian tersebut di depan seratusan warganya.


Menurut informasi dari PT Hanil, lanjut dia, asap pabrik yang mencemari warga sekitarnya akibat mesin pembakaran limbah dengan batubara mengalami rusak sehingga mereka mengganti dengan mesin cadangan.


Penggunaan mesin cadangan tersebut sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, sehingga ada sekitar 75 kepala kelurga (KK) di lima dusun di Desa Butuh tercemar asap yang dikeluarkan dari pembakaran limbah pabrik.


Setelah mendengarkan jawaban dari Shi Jin Ho, massa membubarkan diri dengan tertib dan akan menunggu realisasi dari pihak perusahaan.(*) COPYRIGHT © 2008


Analisis :

PT. Hanil Indonesia dalam produksinya mengabaikan prosedur pembuangan limbah pembakaran sehingga mencemari udara di sekitarnya. Keadaan seperti itu yang terus berlanjut membawa dampak pada masyarakat disekitarnya. Asap tersebut membuat barang-barang penduduk menjadi hitam dan berminyak sehingga sulit untuk dibersihkan. Selain itu, penduduk banyak yang mengalami sakit mata dan sesak pernafasannya.

PT. Hanil Indonesia, menurut pasal 21 huruf b PP No. 41 Tahun 1999 memiliki kewajiban untuk melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Dengan adanya kejadian seperti ini, maka bisa dikatakan bahwa PT. Hanil Indonesia telah mengabaikan hal tersebut.

Penyelesaian yang dilakukan dalam hal ini ditempuh dengan musyawarah meski pada awalnya dengan unjuk rasa. Penyelesaian sengketa lingkungan yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 dapat ditempuh melalui pengadilan maupun di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara suka rela para pihak (pasal 30 ayat (1)).

Selain itu, PT. Hanil Indonesia menurut pasal 25 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999 berkewajiban pula untuk melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap pencemaran yang dilakukannya. PT. Hanil Indonesia memberikan pengobatan bagi korban ke dokter perusahaan dan yang memerlukan perawatan khusus akan dirujuk ke rumah sakit dengan seluruh biaya ditanggungnya.

Tak luput pula, PT. Hanil Indonesia tetap memiliki kewajiban pemberian ganti rugi, seperti di atur pasal 54 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999. Pemberian ganti rugi diberikan melihat tingkat kerugian akibat pencemaran yang telah dilakukannya menimbulkan penderitaan yang dialami para korban tidak saja penderitaan fisik namun juga berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang yang akan diderita korban akibat pencemaran tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIGIPAY - MARKETPLACE, TRANSFORMASI BELANJA PEMERINTAH MENUJU CASHLESS SOCIETY

  Perubahan Perilaku Belanja Pemerintah Pembayaran belanja pemerintah yang masih menggunakan transaksi tunai adalah pembayaran melalui mek...