Selasa, 08 Maret 2011

“KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN”


1.1.       LATAR BELAKANG
Fenomena laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat diakibatkan tingginya daya tarik kota terutama dari sektor ekonomi bagi penduduk di wilayah sekitarnya.  Hal ini tentu menimbulkan konsekuensi, yaitu meningkatnya kebutuhan akan ruang kota, antara lain untuk fasilitas perumahan, fasilitas perdagangan jasa dan sebagainya.  Namun, ruang yang tersedia relatif tetap dan dikarenakan sifatnya yang fisik yang beraneka ragam membuat tidak semua ruang bisa digunakan sesuai dengan kegiatan masyarakat yang bersifat spesifik.  Keadaan seperti inilah yang menyebabkan terjadinya persaingan pemanfaatan ruang, terutama pada kawasan-kawasan yang telah berkembang di mana sediaan lahan relatif sudah sangat terbatas dan mengakibatkan terjadinya misalokasi pemanfaatan ruang yang merugikan kepentingan lingkungan hidup.
Pesatnya aktivitas perekonomian semakin berat pula tekanan terhadap lingkungan.  Menurut Budihardjo dan Sudanti (1993), perkembangan kota yang pesat ditandai dengan meningkatnya aktivitas manusia seperti pemanfaatan lahan, permukiman, perindustrian dan lain sebagainya.  Hal ini menyebabkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan cenderung menurun.
Ketersediaan sumber daya alam dan standar hidup akan semakin menurun sejalan dengan perkembangan kota dan berbanding terbalik dengan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan polusi terhadap lingkungan.  Permasalahan lingkungan yang muncul antara lain polusi udara, banjir, kesulitan air bersih, kebisingan, global warming, dan penurunan kualitas lingkungan lainnya.
1.2.       RUMUSAN MASALAH
Pembahasan ini akan dibatasi dengan rumusan masalah sebagai berikut :
a.            Hubungan Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b.           Kebijakan Penataan Ruang dalam Pengelolaan Kawasan Ramah Lingkungan.
1.3.       KAJIAN NORMATIF
Peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penulisan makalah ini antara lain :
a.            Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Penataan Ruang.
b.           Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 
2.1.       Hubungan Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2.1.1.      Ruang dan Penataan Ruang
Peraturan perundang-undangan yang terbaru tentang penataan ruang adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.  Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 lebih sarat dengan pasal-pasal yang berkenaan dengan kebijakan lingkungan hidup.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.  Ruang merupakan suatu habitat dan secara politik merupakan tempat negara Republik Indonesia memegang hak jurisdiksi.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.  Wilayah beraspek administratif merupakan wilayah pemerintahan, sedangkan yang beraspek fungsional disebut  juga dengan kawasan.  Hal ini menyiratkan berlakunya kriterium ruang yang rangkap, yaitu  politik   (pemerintahan) dan  fungsi (kawasan).  Dengan demikian wilayah merupakan penjabaran mikro dari ruang, dengan menggunakan takrif (definition) leksikal melingkar dimana tidak terdapat penjelasan tentang makna geografis dan unsur-unsurnya.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.  Tata ruang wujud struktural  dari pemanfaatan ruang dan  pola  pemanfaatan ruang, baik  itu direncanakan  maupun  tidak.  Dari uraian tersebut, tata ruang memberikan dua gambaran sekaligus, yaitu wujud struktural pemanfaatan ruang dan alokasi kegiatan  pemanfaatan ruang (pola pemanfaatan ruang).  Tata ruang yang direncanakan ialah tata ruang  buatan , sedang yang tidak direncanakan ialah terbentuk secara  alamiah  dengan unsur-unsur alam.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.  Penataan ruang harus memperhatikan :
a.       kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
b.      potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
c.       geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.  Perencanaan tata ruang  mencakup perencanaan  struktur  dan  pola   pemanfaatan ruang, meliputi  tata guna tanah, air, udara  dan  sumberdaya alam lainnya.  Dengan demikian tata guna tanah, air, udara dan sumberdaya alam lainnya merupakan bagian  tidak terpisahkan  dari perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang agar  dapat terus berlangsung.
Pemanfaatan ruang harus memperhatikan aspek lingkungan, organisasi, kelembagaan, pengelolaan da pembiayaan sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna serta dapat memelihara kemampuan lingkungan.  Pemanfaatan ruang  harus dikembangkan pola  pengelolaan  tataguna tanah, air, udara  dan  sumberdaya alam lainnya  sesuai dengan asas penataan ruang dan perangkat insentif dan  disintensif dengan menghormati hak penduduk sebagai warganegara.  Pola pengelolaan tata guna sama dengan “penatagunaan” dengan maksud antara lain penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan, berwujud konsolidasi pemanfaatan melalui pengaturan kelembagaan sebagai satu  kesatuan sistem  untuk kepentingan masyarakat secara  adil.
Dan semua itu dituangkan dalam suatu rencana tata ruang.  Rencana tata ruang wilayah adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.  Perencanaan tata ruang merupakan        strategi  dan  arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah yang berisi  norma, kriteria yang menjadi pedoman pengendalian pemanfaatan ruang dan menjadi pedoman perumusan  kebijaksanaan pokok  pemanfaatan ruang baik di wilayah nasional, provinsi, kabupaten/kota atau desa.
Asas penataan ruang antara lain keterpaduan; keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; keberlanjutan; keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; keterbukaan; kebersamaan dan kemitraan; pelindungan kepentingan umum; kepastian hukum dan keadilan; dan akuntabilitas.  Dan tujuannya adalah mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a.          terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.          terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.          terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

2.1.2.      Lingkungan Hidup dan Pengelolaan.
Peraturan perundang-undangan yang terbaru tentang lingkungan hidup dan pengelolaannya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, meggantikan Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebelumnya.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.  Lingkungan hidup merupakan sistem yang meliputi lingkungan alam hayati, alam nonhayati, buatan dan sosial.  Dalam mewujudkan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan, Undang-Undang ini, memberikan batasan ruang lingkup lingkungan hidup sebagai berikut, yaitu : perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.  Batasan tersebut meliputi ruang sebagai pokok permasalahannya.
Asas pengelolaan lingkungan hidup antara lain tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan local, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah.  Dan tujuannya antara lain :
a.            Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.
b.           Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia.
c.            Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.
d.           Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
e.            Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup.
f.            Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan.
g.           Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia.
h.           Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
i.             Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
j.             Mengantisipasi isu lingkungan global.
Dengan demikian, kebijaksanaan memanfaatkan sumber daya perlu memperhatikan aspek-aspek-aspek sebagai berikut, yaitu kehematan, daya guna, hasil guna dan daur ulang karena setiap orang  berhak atas lingkungan hidup yang  baik  dan   sehat, dan bersamaan dengan itu berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan  mencegah  serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya.
2.1.3.      Hubungan Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penataan ruang memiliki makna tentang ruang lebih luas daripada pengelolaan lingkungan hidup karena lingkungan hidup merupakan salah satu tampilan ruang.  Namun lingkungan hidup merupakan faktor utama penentu kehidupan manusia sehingga pengelolaannya perlu dijadikan asas penataan ruang.
Semua ungkapan mengenai lingkungan hidup dalam Undang-Undang tentang penataan ruang tidak jelas seberapa kuat komponen lingkungan diperhatikan dalam penataan ruang dan seberapa konsistennyakomponen lingkungan disertakan pada setiap kegiatan penataan ruang.  Pengelolaan lingkungan yang benar perlakuan konservasi dan produksi harus selalu bergandengan sehingga muncul istilah ekoteknologi, suatu teknologi yang memperantarai  keadaan ekologi dengan sistem ekonomi suatu masyarakat (Carlstein, 1982). Undang-Undang ini terlalu menekankan pencapaian hasil yang berdaya guna dan berhasil guna, suatu ungkapan yang berkonotasi mendahulukan keuntungan ekonomi ( economic advantage ).  Sebenarnya keuntungan ekonomi hanyalah salah satu tujuan pengelolaan lingkungan hidup.  Namun yang terjadi kebalikannya, keuntungan ekonomi menimbulkan sifat yang tidak mengacuhkan kebutuhan hidup yang lain.
Asas keterpaduan dan kenerlanjutan hanya dapat diperoleh dengan memelihara mutu sumber daya sehingga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi, ekologi, pendidikan, kesehatan, estetika, rekreasi, kemudahan, ketenangan, keamanan dan kepastian hidup, serta psikologi.  Lingkungan hidup bukan lah benda berbentuk ruang yang dapat dikotak-kotakkan dengan batas-batas geografi (kawasan lidung atau budidaya), administrasi (propinsi, kabupaten, kotamadya), demografi (perkotaan, pedesaan), atau politik.  Lingkungan hidup adalah suatu konsep yang berbentuk dari cerapan tentang segala hal yang mempengaruhi, menentukan dan atau mengendalikan hidup dan kehidupan manusia. Hal-hal itu mencakup udara, air, tanah, tumbuhan, hewan, mikroorganisme, ruang, bahan tambang, organisasi kemasyarakatan (pemerintahan), kepercayaan. tradisi, kaedah, dan lain sebagainya.  Lingkungan hidup dapat diubah atau diperkaya oleh rekayasa manusia, misalnya jalan, gedung, waduk, pabrik, dan lain-lain.
Arti penting penataan ruang bagi pengelolaan lingkungan hidup adalah bukan sekedar penataan ruang membuka dengan kemungkinan mengelola lingkungan hidup, melainkan lebih kepada penegasan kriteria mutu lingkungan hidup dapat disertakan pada penataan ruang.  Penataan ruang berwawasan lingkungan harus diartikan sebagai penataan ruang yang menggunakan  kriteria mutu lingkungan hidup. 
2.2.       Kebijakan Penataan Ruang dalam Pengelolaan Kawasan Ramah Lingkungan.
Penataan ruang merupakan merupakan sarana untuk mewujudkan salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai yaitu mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.  Ruang kehidupan yang nyaman mengandung pengertian adanya kesempatan yang luas  bagi masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia.
Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing.  Dan berkelanjutan mengandung pengertian dimana kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga generasi yang akan datang.  Dengan demikian keseluruhan tujuan ini diarahkan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera; mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Dan upaya menciptakan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan dirasakan masih menghadapi tantangan yang berat.  Hal ini ditunjukkan oleh masih banyaknya permasalahan yang mencerminkan bahwa kualitas ruang kehidupan kita masih jauh dari cita-cita tersebut.  Semakin menurunnya kualitas lingkungan harus dipandang sebagai suatu permasalahan yang serius dan untuk itu sangat diperlukan reposisi perilaku manusia dalam mengelola lingkungan hidupnya.  Upaya reposisi perilaku manusia tersebut selanjutnya perlu diletakkan pada sebuah kerangka pikir atau pendekatan yang memungkinkan seluruh pihak untuk saling bersinergi dalam merevitalisasi ruang kehidupannya agar dapat mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.[1]
Dan untuk mengarahkan reposisi perilaku manusia dalam mengelola lingungan hdupnya, diperlukan seperangkat kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan dengan memperhatikan berbagai kepentingan sektoral secara seimbang, sehingga dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kepentingan pelestarian lingkungan hidup.
Prinsip-prinsip keberlangsungan lingkungan hidup secara garis besar harus dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional karena selain berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten dan kota.  Kebijakan tersebut adalah memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dijabarkan dalam strategi sebagai berikut :
a.            Mempertahankan luas kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau pada tingkat sekurang-kurangnya 30%  (tigapuluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya;
b.           Mewujudkan dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup melalui perlindungan kawasan-kawasan di darat, laut, dan udara secara serasi dan selaras;
c.            Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya dalam  rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.
Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional bersifat makro, yang masih harus diterjemahkan lebih lanjut ke dalam langkah-langkah operasionalisasi yang dibutuhkan dalam masing-masing tahap penataan ruang.  Rencana pola pemanfaatan ruang berisi arahan distribusi peruntukan ruang untuk berbagai kegiatan baik untuk peruntukan ruang untuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya.
Penataan ruang sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, rencana tata ruang memiliki fungsi yang sangat vital dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.  Rencana tata ruang harus disusun dengan mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara proporsional, di samping mempertimbangkan aspek fisik, sosial, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Penataan ruang merupakan serangkaian kebijakan yang saling terkait yang terdiri dari :
1.           Perencanaan Tata Ruang.
Perencanaan tata ruang harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
a.       Unit analisis yang merupakan satu kesatuan eco-region.
b.      Perhitungan neraca lingkungan sebagai dasar alokasi pemanfaatan sumberdaya.
c.       Perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan.
d.      Alokasi ruang yang sesuai antara jenis kegiatan dan karakteristik ruang/lokasi.
e.       Penyusunan rencana detail tata ruang untuk operasionalisasi rencana umum.
f.       Konsistensi antar-tingkatan rencana.
g.      Keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan rencana tata ruang.
2.           Pemanfaatan Ruang.
Pemanfaatan ruang juga harus memperhatikan hal-hal seperti berikut ini. Antara lain :
a.       Peningkatan kepatuhan terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
b.      Penerapan pola pengelolaan kegiatan yang berwawasan lingkungan.
c.       Rehabilitasi lingkungan hidup.
3.           Pengendalian Pemanfaatan Ruang.
Pengendalian berkisar pada upaya untuk mengarahkan pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.  Pengendalian ini dilakukan melalui peraturan zonasi, perizinan, pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang harus dan tidak boleh dilaksanakan pada suatu zona pemanfaatan ruang yang dapat berupa ketentuan tentang bangunan, penyediaan sarana dan prasarana, permukiman, dan ketentuan lain yang dibutuhkan dalam mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.  Perizinan merupakan suatu proses memberi atau menolak permohonan pemanfaatan ruang berdasarkan kesesuaiannya dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.  Izin pemanfaatan ruang hanya diberikan kepada pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pemantauan dan evaluasi  adalah proses untuk mengamati dan memeriksa kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang dilaksanakan secara terus menerus. Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi mengindikasikan adanya pelanggaran rencana tata ruang, maka pemerintah harus mengambil langkah penyelesaian berupa tindakan memeriksa kebenaran indikasi tersebut dan, apabila indikasi tersebut terbukti benar, mengambil langkah penertiban yang diperlukan.  Penertiban merupakan tindakan nyata memberikan sanksi terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang terjadi yang dimaksudkan sebagai tindakan agar pemanfaatan  ruang yang direnanakan  dapat terwujud. 
Pemberian sanksi tersebut dapat berupa peringatan tertulis, penghentian kegiatan sementara, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan izin, penolakan atau pembatalan izin, pembongkaran bangunan, dan/atau pemulihan fungsi ruang, yang diberikan berdasarkan bobot pelanggaran yang terjad
PENUTUP
 Kebutuhan ruang untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat yang terus berkembang memerlukan efisiensi pemanfaatan ruang melalui pengaturan alokasi berdasarkan rencana tata ruang.  Rencana tata ruang yang berwawasan lingkungan merupakan prasyarat bagi penyelenggaraan penataan ruang yang berkualitas.
Dalam upaya mengefektifkan penyelenggaraan penataan ruang yang berwawasan lingkungan, diperlukan singkronisasi dan keterkaitan yang lebih lanjut dan lebih spesifik mengenai aspek-aspek lingkungan hidup dalam penataan ruang.  Rencana tata ruang dan proses penataan ruang merupakan satu kesatuan yang secara keseluruhan.  Hal ini lebih pada upaya untuk mewujudkan ruang wilayah yang nyaman, produktif dan berkelanjutan.  Pemanfaatan ruang harus memperhatikan daya dukung lingkungan, konversi pemanfaatan ruang yang tidak terkendali dan inefisiensi pengaturan fungsi ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasioanal merupakan pedoman spasial pelaksanaan pembangunan.  Dengan demikian, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memuat kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan yang ramah lingkungan.  Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan pedoman yang harus dipatuhi baik oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.  Rencana tata ruang dan wilayah yang sudah ditetapkan harus ditindaklanjuti dengan tindakan nyata dari segenap pemangku kepentingan.
DAFTAR BACAAN
Budihardjo, E dan H. Sudanti. 1993 . Kota Berwawasan Lingkungan . Penerbit Alumni . Bandung.

Dardak. A. Hermanto. 2005. Revitalisasi Penataan Ruang Untuk Mewujudkan Ruang Nusantara yang Nyaman, Produktif, dan Berkelanjutan, dalam Pattimura. Luthfi (editor),  Penataan Ruang Untuk Kesejahteraan Masyarakat: Khazanah Pemikiran Para Pakar, Birokrat, dan Praktisi, LSKPI Press. Jakarta.

Rajiyowiryono. Hardoyo, Kebijakan Strategis Pengelolaan Sumberdaya Alam Daerah Rawan Bencana, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Revitalisasi Tata Ruang Dalam Rangka Pengendalian Bencana Longsor dan Banjir, Kementerian Negara ingkungan Hidup, Yogyakarta, 28 Februari – 1 Maret 2006

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Departemen Pekerjaan Umum.  2005 . Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Jakarta .

Departemen Pekerjaan Umum.  Naskah Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.


[1] Dardak. A. Hermanto, Revitalisasi Penataan Ruang Untuk Mewujudkan Ruang Nusantara yang Nyaman, Produktif, dan Berlenjutan, dalam Pattimura. Luthfi (editor),  Penataan Ruang Untuk Kesejahteraan Masyarakat: Khazanah Pemikiran Para Pakar, Birokrat, dan Praktisi, LSKPI Press, Jakarta, 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIGIPAY - MARKETPLACE, TRANSFORMASI BELANJA PEMERINTAH MENUJU CASHLESS SOCIETY

  Perubahan Perilaku Belanja Pemerintah Pembayaran belanja pemerintah yang masih menggunakan transaksi tunai adalah pembayaran melalui mek...