Senin, 16 November 2009

Egoku...

Ga tau knapa,malam ini jadi inget kisah burung putih dan mawar putih...

Tuk yang lom pernah denger,gini loh intinya,seekor burung putih mencintai mawar putih. Sayang,sang mawar putih tak pernah menggubrisnya. Namun itu nggak membuat si burung tak pernah menyerah,setiap hari dikunjunginya sang mawar putih dan tak lelah dia mengunkapkan perasaannya kepada pujaan hatinya mawar putih.

Akhirnya,mawar putih memberikan syarat,jika si burung dapat membuatnya menjadi mawar merah maka mawar putih akan menrima cinta si burung.

Keesokannya si burung datang,dpatahkannya sayap kirinya dan dialirkan darahnya ke mawar putih,yang akhirnya menjadi mawar merah.

Sang mawar putih baru menyadari ketulusan si burung. Namun terlambat karena si burung tlah tiada karena kehabisan darah...

Yeah,kadang tak pernah disadari akan datangnya seseorang yang tulus mencintai kita karena ego kita sendiri. Dan hal itu pernah kualami, dan slalu menghantuiku. Tak munQn kumelupakannya tapi Maafkan ego ini dan ijinkan mawar putih ini tuk membagi rasa dengan yang laen, agar tak akan terulang lagi kisah memilukan itu.

I love U,itu yang slalu kutitipkan pada angin ya melintas,agar disampaikan kepadamu burung putihku...

Tuk kalian yang membaca,jangan menjadi mawar putih yang mengabaikan cinta yang tulus karena ego karena itu akan jadi penyesalan seumur hidupmu.

Selasa, 10 November 2009

Ini Mendoan???

Mendoan, tempe yang dibalur tepung terigu yang dah dikasih bumbu dan daun bawang trus digoreng kering. Anget-anget maemnya... Kriuk...kriuk... Nyummy...
itu bayangan kalo denger kata mendoan. Sore hari, diajak temen beli mendoan di tempat yang paling enak, di sekitar kampus UNSOED so pasti, ga mungkin ditolak lah ajakan yang menggiurkan itu.

W.o.w... Antrinya...
pasti emank enak, khan tolok ukur enak ga enak warung tu antri pa ga (tapi kalo mahasiswa khan yang penting murmer ya :0 )
Karena antri , nunggu di luar aja lah biar temen yang pesen khan sumpek di dalem.

Akhirnya dapet juga, langsung pulang ah dah ga sabar mo maem mendoan. Sore-sore maem mendoan ama teh anget sambil ngrumpis ma temen kost di teras, oh... nikmatnya dunia... Bayangan yang indah.

Sampe di kost, bikin teh trus ngumpul di teras. Eitsssssss.....
Mendoannya mana???
kok yang ada mendoan mentah, bis masih kepleh-kepleh tur klomoh ma minyak gitu (eh bahasa indonesianya apa ya??? ya pokoknya masih basah getu...) gimana mo maemnya,khan lom mateng nie...
paling-paling karena antrian yang rame makanya jadi gini nih.

Pas temen muncul di teras, langsung lah komen gini gitu, intinya protes lah, "mendoan kok kayak kie???"
Dengan sabar, temen pun menjelaskan bahwa mendoan tu ya yang ada di meja tu, yang masih setengah mateng, lha kalo yang kering tu bukan mendoan... tapi tempe goreng...

Tuing...tuing... Pusing euy...

Ternyata...oh ternyata...
Mendoan di Purwokerto ga sama ma mendoan di Klaten. Mendoan di Purwokerto ya getu, plung lap... maksude masukin ke minyak goreng panas bentar trus diankat de...

Fyiuh...
Aneh,,, ga doyan ah...
Tapi keadaan itu ga berlangsung lama coz beberapa minggu disana akhirnya membuat lidah ini terbiasa en setelah dirasa-rasa enak juga kok...
apa ini yang disebut witing tresno jalaran ra ono sing liyo?
Entah motivasi apa penilaian ini tapi emank enak kok...
Malah sekarang pengen banget maem mendoan tapi sayank ga ada yang buka cabang di luar kota tu so karna cuma ada di purwokerto, ya ngiler aja de...

Minggu, 08 November 2009

ANALISIS YURIDIS KASUS PENCEMARAN UDARA PT. HANIL INDONESIA

Kasus :

100 Warga Boyolali Protes Pencemaran Udara PT Hanil Indonesia

Jumat, 19 September 2008 19:23 WIB | Warta Bumi |

Boyolali (ANTARA News) - Seratusan warga Desa Butuh, Teras, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Jumat, mendatangi pabrik PT Hanil Indonesia di Desa Napen, menuntut ganti rugi, akibat limbah pabrik yang mencemari lingkungan wilayah mereka.

Ratusan warga Desa Butuh tersebut, menyatakan, bahwa asap yang ditimbulkan dari pembakaran limbah mencemari udara, sehingga barang-barang mereka menjadi hitam bercampur minyak dan sulit dibersihkan.


Ketua RT 06 RW 02 Desa Butuh Rakiman (42), mengatakan, puluhan warganya mengalami sakit mata akibat pengaruh asap yang ditimbulkan dari pembakaran limbah perusahaan tersebut.


"Warga banyak yang sakit mata merah dan sesak pernafasan akibat asap limbah pabrik," katanya.

Selain itu, warga banyak yang mengeluh akibat asap tersebut, pakaian yang dijemur menjadi hitam berminyak dan sulit sekali dibersihkan.


Lurah Desa Butuh, Joko Masila, mengatakan, warga juga menuntut agar limbah pabrik yang mengalir dan mencemari Sungai Gandul di Desa Butuh untuk dihentikan, karena mereka tidak bisa lagi memanfaatkan air sungai itu.

Ratusan pengunjuk rasa tersebut masuk di halaman pabrik sejak pukul 06.00 WIB dan dijaga keamanan dari Polres maupun TNI setempat dan mereka menunggu jawaban dari pihak pabrik. Siang sekitar pukul 12.00 WIB, sebanyak lima perwakilan dari mereka diterima Kabag Personalia PT. Hanil Indonesia Edi Swasana.


Joko Marsilo menambahkan, dari hasil pertemuan tersebut pihak pabrik milik Korea itu mebuat surat tertulis yang ditandatangi pemilik perusahaan, Shi Jin Ho, dan isinya menyanggupi akan mengganti kerugian warga.


Namun, sebelumnya harus dibentuk tim dari kedua pihak untuk mendata kerugian warga akibat asap limbah pabrik tersebut.


Selain itu, pemilik pabrik pemintalan benang tersebut juga menjelaskan, bagi warga yang menderita sakit akibat limbah pabrik akan diperiksa oleh dokter perusahaan.

"Jika ada warga yang sakit dan perlu perawatan serius segera dirujuk ke rumah sakit dan perusahaan akan membiayai pengobatannya," kata Joko Marsilo saat membacakan surat perjanjian tersebut di depan seratusan warganya.


Menurut informasi dari PT Hanil, lanjut dia, asap pabrik yang mencemari warga sekitarnya akibat mesin pembakaran limbah dengan batubara mengalami rusak sehingga mereka mengganti dengan mesin cadangan.


Penggunaan mesin cadangan tersebut sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, sehingga ada sekitar 75 kepala kelurga (KK) di lima dusun di Desa Butuh tercemar asap yang dikeluarkan dari pembakaran limbah pabrik.


Setelah mendengarkan jawaban dari Shi Jin Ho, massa membubarkan diri dengan tertib dan akan menunggu realisasi dari pihak perusahaan.(*) COPYRIGHT © 2008


Analisis :

PT. Hanil Indonesia dalam produksinya mengabaikan prosedur pembuangan limbah pembakaran sehingga mencemari udara di sekitarnya. Keadaan seperti itu yang terus berlanjut membawa dampak pada masyarakat disekitarnya. Asap tersebut membuat barang-barang penduduk menjadi hitam dan berminyak sehingga sulit untuk dibersihkan. Selain itu, penduduk banyak yang mengalami sakit mata dan sesak pernafasannya.

PT. Hanil Indonesia, menurut pasal 21 huruf b PP No. 41 Tahun 1999 memiliki kewajiban untuk melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Dengan adanya kejadian seperti ini, maka bisa dikatakan bahwa PT. Hanil Indonesia telah mengabaikan hal tersebut.

Penyelesaian yang dilakukan dalam hal ini ditempuh dengan musyawarah meski pada awalnya dengan unjuk rasa. Penyelesaian sengketa lingkungan yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 dapat ditempuh melalui pengadilan maupun di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara suka rela para pihak (pasal 30 ayat (1)).

Selain itu, PT. Hanil Indonesia menurut pasal 25 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999 berkewajiban pula untuk melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap pencemaran yang dilakukannya. PT. Hanil Indonesia memberikan pengobatan bagi korban ke dokter perusahaan dan yang memerlukan perawatan khusus akan dirujuk ke rumah sakit dengan seluruh biaya ditanggungnya.

Tak luput pula, PT. Hanil Indonesia tetap memiliki kewajiban pemberian ganti rugi, seperti di atur pasal 54 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999. Pemberian ganti rugi diberikan melihat tingkat kerugian akibat pencemaran yang telah dilakukannya menimbulkan penderitaan yang dialami para korban tidak saja penderitaan fisik namun juga berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang yang akan diderita korban akibat pencemaran tersebut.

ANALISIS YURIDIS KASUS PEMBUANGAN LIMBAH BATIK DI PEKALONGAN

Kasus:

Pencemaran Limbah Batik di Pekalongan Makin Parah

Jum'at, 4 Juli 2008 - 20:05 WIB | OkeZone.com |

PEKALONGAN - Memasuki musim kemarau kondisi sungai di Kota Pekalongan terancam pencemaran lebih parah oleh limbah batik. Pasalnya, limbah pengolahan batik dari industri besar maupun rumah tangga yang mengandung bahan kimia, mengendap di sungai sebab tak ada air yang mendorongnya ke laut.

Endapan limbah batik itu akan mengakibatkan air sungai menjadi berwarna kehitam-hitaman, serta memunculkan bau menyengat. Ketua DPRD setempat, Salahuddin, mengatakan, saat ini masih banyak industri batik rumah tangga dan perusahaan batik skala besar yang membuang limbah langsung ke sungai.

Pembuangan itu sudah dilakukan dalam waktu lama dan selama ini menjadikan air sungai tercemar. Jika musim hujan, barangkali pencemaran itu tidak begitu mengganggu karena limbah terdorong ke laut oleh gelontoran air hujan.

Namun jika kemarau seperti sekarang, dipastikan limbah itu akan membuat sungai semakin kotor dan berbau. Karena setiap hari terus ditumpahi limbah batik.

"Ini perlu segera ada tindakan dari dinas terkait, untuk mengantisipasinya," katanya, Jumat(4/7/2008).

Dinas terkait menurutnya perlu mengawasi tidak cuman industri batik rumah tangga yang membuang limbah ke sungai. Tapi juga industri besar yang sudah memiliki instalasi pengolah air limbah (IPAL). Perlu diawasi apakah IPAL itu difungsikan maksimal ataukah tidak. Karena dugaan sebagian masyarakat industri besar yang telah memiliki IPAL juga membuang limbah ke sungai.

Diakui, soal memberi sanksi atau tindakan bagi industri yang membuang limbah ke sungai adalah hal dilematis. Satu sisi peraturan larangan membuang ke sungai harus ditegakkan, tapi di sisi lain jika mereka diberi sanksi akan mematikan usahanya.

Berarti ratusan bahkan ribuan tenaga kerja akan menganggur. Serta trade mark daerah sebagai pusat batik di Indonesia akan hilang.

"Itu artinya mengancam daerah," ujarnya.

Salah satu yang mungkin bisa dilakukan adalah memperbanyak membangun IPAL bersama. Saat ini baru ada satu IPAL bersama di Kelurahan Jenggot. Dan hanya bisa menampung limbah sebanyak 400m3, dari 700m3 limbah yang dikeluarkan industri batik rumah tangga di wilayah tersebut per hari. Selebihnya bersama dengan industri di wilayah Kelurahan Kauman, Kramatsari, Kergon, Pabean, dan Pasirsari limbah dibuang ke sungai.

"Membangun IPAL memang perlu dana besar, termasuk untuk pemeliharannya. Tapi itu perlu, karena jika tidak industri batik akan menimbulkan efek negatif," jelas dia. (M Masrukhin Abduh/Sindo/hri)

Analisis :

Sebagian besar industri batik rumah tangga dan perusahaan batik di Pekalongan banyak yang membuang langsung limbahnya ke sungai. Padahal, menurut Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Pekalongan, limbah batik yang dibuang di sungai mengandung B3 termasuk warna dan memiliki kadar BOD dan COD yang tinggi. Hal ini dikarenakan penggunaan zat pewarna kimiawi dalam produksinya.

Dalam hal ini, pelaku usaha yang membuang limbahnya secara langsung ke sungai melanggar ketentuan PP Nomor 82 Tahun 1999, antara lain :

a. Pasal 37 yang mewajibkan pelaku usaha untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran air

b. Pasal 38 ayat (2) tentang syarat pembuangan limbah yang wajib dilakukan pelaku usaha dalam mendapatkan izinnya.

Selain itu, pelaku usaha tersebut juga telah melanggar pasal 43 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 1997. “Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”

Delik lingkungan ini merupakan delik formal, dimana pembuktiannya lebih mudah yaitu jika terjadi kesesuaian prosedur pencemaran dengan yang diatur dalam pasal tersebut maka dapat dikatakan telah terjadi delik lingkungan. Dengan demikian, pelaku usaha telah melakukan delik lingkungan.

Identitas Pekalongan sebagai kota batik memang harus terus dipelihara demi menjaga kelestarian batik, namun hendaknya hal tersebut sampai mengorbankan sungai dan lingkungan.


KAJIAN YURIDIS OPER KREDIT RUMAH YANG DIBELI SECARA KPR (KREDIT PEMILIKAN RUMAH)

I. LATAR BELAKANG

Arman membeli sebuah rumah di Perumahan Krapyak Permai, Klaten. Arman memperoleh fasilitas kredit berupa KPR dari BTN dalam perjanjian jual beli rumah tersebut. Namun, lima tahun kemudian, Arman dipindahtugaskan ke Makassar. Arman pun menjual rumah tersebut kepada Samuel. Perjanjian jual beli pun disepakati, Samuel membayar sejumlah uang yang diminta oleh Arman dan meneruskan KPR atas rumah tersebut. Perjanjian jual beli tersebut dibuat secara lisan dan bukti yang ada hanya kuitansi pembayaran awal kepada Arman dan kuitansi pembayaran angsuran KPR atas rumah tersebut ke BTN.

Samuel pun meneruskan pembayaran angsuran KPR atas rumah tersebut selama sepuluh tahun. Pada saat pembayaran terakhir/pelunasan Samuel pun meminta asli sertifikat rumah tersebut kepada BTN. Namun pihak BTN menolak memberikan asli sertifikat rumah tersebut. Pihak BTN hanya akan memberikan asli sertifikat rumah tersebut kepada Arman. Sedangkan Samuel tidak mengetahui keberadaan Arman sekarang ini karena setelah perjanjian jual beli tersebut disepakati dan pembayaran dilakukan, sudah tidak ada lagi komunikasi diantara mereka

Keadaan seperti ini sering terjadi pada masyarakat. Masyarakat awam menganggap bahwa perjanjian jual beli tersebut cukup dengan kuitansi sebagai tanda bukti lunas antara pembeli dan penjual saja dan semuanya sudah beres. Mereka lupa bahwa dalam jual beli secara kredit atau angsuran, tidak hanya melibatkan pemilik rumah saja, melainkan juga melibatkan bank sebagai pemilik jaminan atas tanah dan bangunan yang dimaksud.

Masyarakat sering terlena dan hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai seluk beluk oper kredit. Dalam hal ini, sebenarnya telah terjadi pengalihan hutang debitor lama kepada debitor baru, yaitu dari Arman kepada Samuel yang mengakibatkan hapusnya perikatan lama antara Arman dengan BTN dan timbul perikatan baru antara Samuel dengan BTN.

II. PERMASALAHAN

  1. Bagaimanakah cara pengalihan hutang dari debitor lama kepada debitor baru ?
  2. Apakah akibat hukumnya dari pengalihan hutang tersebut?
  3. Bagaimanakah cara oper kredit rumah yang dibeli secara KPR?
  4. Upaya hukum apa yang dapat ditempuh Samuel untuk memperoleh haknya atas asli sertifikat rumah tersebut?

III. DASAR HUKUM

  1. Burgerlijk Wetboek (BW).
  2. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
  3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA

IV. PEMBAHASAN

1. Peristiwa Pengalihan Hutang dari Debitur Lama kepada Debitur Baru

Pasal 1381 BW telah menegaskan peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkan hapusnya perikatan, dan salah satunya adalah karena terjadinya pembaharuan hutang. Pembaharuan hutang yang dimaksud dalam hal ini adalah novasi. Novasi adalah suatu perjanjian yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan yang semula. Menurut pasal 1413 BW, terdapat tiga jenis novasi, yaitu :

1. Novasi Obyektif, artinya obyek diperbaharui dengan membuat perikatan baru yang menggantikan hutang yang lama dan menghapus perikatan yang lama.

2. Novasi Subyektif Pasif, artinya subyek pasif (debitor) diperbaharui dengan membuat perikatan baru yang menghapus perikatan lama sehingga debitor yang lama dibebaskan dari kewajibannya.

3. Novasi Subyektif Aktif, artinya subyek aktif (kreditor) diperbaharui dengan membuat perikatan baru yang menghapus perikatan lama sehingga kreditor yang lama melepaskan haknya.

Novasi obyektif merupakan perundingan segi dua, yang hanya melibatkan kreditor dan debitor, karena yang berubah adalah obyek perikatannya saja. Sedangkan novasi subyektif, baik novasi subyektif pasif maupun novasi subyektif aktif merupakan perundingan segi tiga antara debitor lama, debitor baru dan kreditor atau kreditor lama, kreditor baru dan debitor. Keadaan seperti ini tentu membawa dampak tersendiri, terutama menyangkut hak istimewa serta perjanjian accessoirnya dari perikatan lama terhadap perikatan baru.

Pengalihan suatu hutang dari debitor lama kepada debitor baru ada dua cara, yaitu sebagai berikut :

a. Perpindahan melalui cara Delegasi (pemindahan)

Pemindahan hutang dari debitor lama kepada debitor baru ditegaskan dalam suatu akta delegasi. Debitor lama masih terikat untuk menjamin pelunasan hutang yang dialihkan kepada debitor baru tersebut. Hal ini dikarenakan pihak kreditor tidak secara tegas menyatakan membebaskan pihak debitor lama dari kewajiban pembayaran hutang yang dialihkan tersebut, sesuai pasal 1417 BW :

Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berutang memberikan kepada orang yang mengutangkan padanya seorang berutang baru mengikatkan dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas menyatakan bahwa ia bermaksud membebaskan orang berutang yang melakukan pemindahan itu, dari perikatannya.

b. Perpindahan melalui cara Novasi Subyektif Pasif (pembaharuan utang)

Pemindahan hutang dari debitor lama kepada debitor baru yang disertai dengan pernyataan pembebasan hutang yang dialihkan tersebut dari kreditor kepada debitor lama, sesuai pasal 1413 BW.

Pengalihan hutang dari debitor lama kepada debitor baru, baik secara delegasi maupun novasi subyektif pasif, keduanya harus dilakukan dengan sepengetahuan dari pihak kreditor.

2. Akibat Hukum dari Pengalihan Hutang dari Debitor Lama kepada Debitor Baru

Pengalihan hutang dari debitor lama kepada debitor baru, tidak hanya membawa akibat hukum terhadap perjanjian dasar dengan hak istimewa namun juga pada perjanjian accessoirnya. Adapun keberadaan perjanjian accessoir yang mengikuti perjanjian pokok atas hutang, diatur dalam pasal 1422 BW sebagai berikut:

Apabila pembaharuan utang diterbitkan dengan penunjukan seorang berutang baru yang menggantikan orang berutang lama, maka hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang dari semula mengikuti piutang, tidak berpindah atas barang-barang si berutang baru.

Selain itu, keberadaan hak tanggungan lebih lanjut diatur dalam pasal 18 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Hak Tanggungan menjadi hapus karena peristiwa-peristiwa sebagai berikut :

  1. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
  2. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan;
  3. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
  4. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, akibat hukum dari pengalihan hutang debitor dimaksud adalah :

a. Delegasi / Pemindahan

Pengalihan hutang dari debitor lama kepada debitor baru, maka terhadap bentuk delegasi secara yuridis perjanjian accessoirnya (antara lain perjanjian pengikatan jaminannya) masih tetap dipertahankan dan tetap mengikat para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini berarti perjanjian accessoirnya tetap exist karena perjanjian pokoknya tetap berlaku.

Pengalihan hutang seperti ini bukanlah suatu pembaharuan hutang yang merupakan salah satu peristiwa yang menjadi sebab hapusnya perikatan yang dimaksud dalam pasal 1381 BW karena tidak menyebabkan Perjanjian Kredit awal (hutang yang dialihkan) menjadi hapus / berakhir, artinya ketika suatu perikatan (Perjanjian Kredit) tidak hapus karena adanya suatu delegasi / pemindahan, maka perikatan tambahan atau Perjanjian turutan / perjanjian ikutan / accessoirnya yang dibuat berdasarkan Perjanjian Pokoknya menjadi tidak berakhir pula.

Konsekuensi yuridis lainnya yang timbul dengan dilakukannya pengalihan hutang melalui delegasi / pemindahan adalah debitor lama tetap mempunyai kewajiban terhadap pelunasan utang yang dialihkan meskipun hutang tersebut telah beralih ke debitor baru.

Perbuatan pengalihan hutang melalui delegasi atau pemindahan tersebut harus didudukkan dalam suatu Akta Delegasi tersendiri dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Perjanjian Kredit awalnya beserta perubahan-perubahannya.

b. Pembaharuan Utang / Novasi

Pengalihan hutang dari debitor lama kepada debitor baru, maka terhadap bentuk Novasi Subyektif Pasif, secara yuridis perjanjian accessoirnya tidak dapat dipertahankan lagi, karena perjanjian pokoknya telah hapus dengan adanya pembebasan hutang dari kreditor kepada debitor lama. Berdasarkan Pasal 1413 angka 2 BW, pengalihan hutang yang dilakukan dari debitor lama kepada debitor baru dan kreditur telah secara tegas membebaskan debitur lama terhadap perikatannya.

Pengalihan hutang seperti ini lah yang dimaksud sebagai pembaharuan hutang yang merupakan salah satu peristiwa yang menjadi sebab hapusnya perikatan yang dimaksud dalam pasal 1381 BW, dimana Perjanjian Kredit awal-nya (hutang yang dialihkan) menjadi hapus karena disebabkan adanya suatu pembaharuan hutang (Novasi Subyektif Pasif). Dengan demikian, harus dibuatkan suatu Perjanjian Kredit baru sebagai Perjanjian Pokok yang baru.

Hapusnya Perikatan Pokok awal (Perjanjian Kredit awal), maka terhadap seluruh Perjanjian Tambahan / Perjanjian ikutan / accessoirnya menyebabkan menjadi hapus / berakhir pula, hal ini sesuai dengan pasal 1422 BW.

Konsekuensi yuridis dari adanya Pembaharuan Hutang (Novasi Subyektif Pasif) tersebut adalah harus dibuatkan suatu Perjanjian Kredit baru termasuk perjanjian ikutan / accessoirnya antara kreditor dengan debitor baru untuk menjamin pelunasan kredit tersebut dan terhadap debitor lama tidak dapat dimintakan lagi pertanggung jawaban / kewajibannya oleh kreditor terkait adanya pembebasan hutang yang telah dialihkannya kepada debitor baru tersebut.

3. Proses Oper Kredit Rumah KPR

Proses oper Kredit Rumah yang dibeli secara KPR (Kredit Pemilikan Rumah) di dunia perbankan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Oper Kredit Langsung Melalui Bank.

Proses oper Kredit Rumah yang dibeli secara KPR (Kredit Pemilikan Rumah) di dunia perbankan (salah satu contohnya yang dibahas berikut ini adalah di Bank Tabungan Negara – BTN) dapat dilakukan secara langsung melalui BTN. Hal tersebut adalah oper kredit secara resmi, dengan cara melakukan “Alih Debitur”. Adapun caranya adalah sebagai berikut:

1. Para pihak dapat langsung menghadap ke bagian kredit administrasi di BTN, atau ke customer service dan mengajukan perihal peralihan hak yang dimaksud

2. Mengajukan permohonan ambil kredit untuk kemudian nantinya akan bertindak sebagai Debitur baru menggantikan posisi penjual sebagai Debitur lama.

3. Dalam hal kredit disetujui oleh BTN (setelah diteliti persyaratannya), maka pembeli akan bertindak sebagai Debitur baru menggantikan posisi penjual sebagai Debitur lama. Pembeli akan menanda-tangani Perjanjian Kredit baru atas namanya, berikut akta jual beli dan pengikatan jaminan (SKMHT)

b. Pengoperan Hak Atas Tanah Di Hadapan Notaris

Selain proses oper kredit melalui BTN secara langsung dengan cara ”Alih Debitur” tersebut, ada proses lain yang cukup aman untuk dilakukan, walaupun tidak sesempurna alih debitur secara langsung, yaitu pengoperan hak atas tanah dan bangunan dengan menggunakan akta notaris.

Adapun caranya adalah sebagai berikut :

1. Penjual dan Pembeli datang ke Notaris dengan membawa kelengkapan berkas sebagaimana diuraikan di bawah ini.

2. Dibuatkan akta Pengikatan Jual beli atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang dimaksud berikut Surat Kuasa untuk melunasi sisa angsuran dan kuasa untuk mengambil sertifikat.

3. Penjual menanda-tangani surat pemberitahuan kepada BTN perihal peralihan hak atas tanah yang dimaksud, yang intinya sejak pengalihan ini, walaupun angsuran dan sertifikat masih atas nama penjual, tapi karena haknya sudah beralih maka penjual tidak berhak lagi untuk melunasi sendiri dan mengambil asli sertifikat yang berkenaan pada BTN.

4. Setelah salinan akta selesai, penjual bersama-sama dengan pembeli menyampaikan kepada BTN salinan akta-akta sebagaimana dimuat pada point 2 tersebut berikut surat yang dimaksud pada point 3

Data Yang diperlukan Untuk Membuat akta pengoperan Hak atas Rumah yang masih dalam proses kredit di bank adalah:

a) Data Objek jual beli (tanah/bangunan):

1) Foto copy Perjanjian Kredit dan surat penegasan perolehan kredit

2) Foto copy sertifikat (yang berisi keterangan /stempel pihak bank bahwa tanah dan bangunan tersebut sedang dijaminkan pada bank berkenaan)

3) Foto Copy IMB

4) Foto copy SPPT PBB 5TH terakhir yang sudah dilengkapi dengan bukti lunasnya (STTS)

5) Print out bukti pembayaran angsuran yang terakhir sebelum dilaksanakan oper kredit

6) Asli buku tabungan yang digunakan untuk pembayaran angsuran

b) Data Penjual & Pembeli:

1) Copy KTP suami isteri

2) Copy Kartu keluarga

3) Copy Akta Nikah

4) Copy Keterangan WNI atau ganti nama (bila ada, untuk WNI keturunan)

Kedua cara oper kedit ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Adapun kelebihan dan kelemahannya antara lain :

a. Oper Kredit Langsung Melalui Bank.

Kelebihan :

1) Sertifikat sudah dapat di balik nama ke atas nama pembeli, walaupun masih tetap di jaminkan ke BTN dan baru dapat diambil setelah kredit dilunasi.

2) Pembeli dapat mengangsur ke BTN atas namanya sendiri.

Kelemahan :

1) Proses pengajuan sebagai Debitur di BTN lebih rumit.

2) Memakan waktu lebih lama (karena harus diteliti oleh analys kredit mereka).

3) Ada kemungkinan ditolak untuk debitur pengganti oleh pihak BTN.

4) Biaya untuk alih Debitur biasanya relatif lebih mahal, karena harus melalui prosedur sesuai dengan kebijaksanaan dari masing-masing Bank.

b. Pengoperan Hak Atas Tanah Di Hadapan Notaris

Kelebihannya adalah prosesnya lebih mudah dan cepat, dan biaya relatif lebih murah.

Kelemahan :

1) Sertifikat masih atas nama penjual dan masih di jaminkan ke BTN.

2) Pembeli mengangsur ke BTN atas nama penjual.

3) Apabila peralihan hak ini tidak diberitahukan kepada BTN (sebagaimana point 4), kemungkinan terburuknya Penjual bisa sewaktu-waktu melunasi sendiri ke BTN dan mengambil asli sertifikat tanah dan bangunan yang sudah dialihkan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan alih debitur dengan menggunakan akta Notaris wajib dilanjutkan dengan pemberitahuan kepada pihak Kreditur.

Meskipun proses oper kredit dengan menggunakan akta Notaris masih memiliki kelemahan namun kelemahan tersebut bisa dijembatani dan jauh lebih aman dibandingkan oper kredit yang dilakukan dengan menggunakan surat pengalihan di bawah tangan, atau bahkan tanpa menggunakan surat apapun, hanya dengan kwitansi saja.

Pada saat pelunasan, debitor baru selaku pihak pembeli dapat mengambil asli sertifikat dengan membawa bukti berupa akta Notaris yang sudah ditanda-tangani sebelumnya oleh kedua belah pihak dan bukti pemberitahuan.

Namun, oper kredit dengan menggunakan akta Notaris tersebut hanya dibisa di lakukan satu kali saja, artinya hanya bisa dilakukan oleh pemilik asal kepada pembeli pertama. Apabila pembeli pertama akan mengoperkan kembali rumah tersebut, maka pembeli pertama tersebut harus dapat menghadirkan pemilik asal untuk dapat dibuatkan transaksi baru.

4. Upaya Hukum bagi Samuel dalam Memperoleh Haknya

Perjanjian jual beli barang tidak bergerak, diatur lebih lanjut dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang UUPA. Berdasarkan pasal 19 UUPA, jual beli tanah harus diikuti dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Notaris. Hal ini dalam rangka proses peralihan hak milik atas tanah tersebut. Jual beli tanah secara lisan merupakan tindakan permulaan yang belum memiliki konsekuensi hukum atas perjanjian jual beli tersebut meskipun telah terjadi pembayaran.

Dan peralihan hutang akibat perjanjian jual beli yang dilakukan oleh Samuel dan Arman seharusnya dilakukan dengan seizin dan sepengetahuan BTN, selaku kreditor. Namun, dalam permasalahan ini, Samuel, selaku debitor baru terlebih dahulu berkonsultasi dengan pihak BTN tentang peralihan peralihan kredit tersebut dengan membawa kwitansi pembayaran kepada Arman dan bukti-bukti dari pembayaran angsuran dan pelunasan kredit atas rumah tersebut. Hal ini dikarenakan adanya kebiasaan Bank, dalam hal ini BTN, yang hanya mengacu pada perjanjian kredit yang telah baku dimana ketika terjadi peralihan kredit kepada pihak ketiga klausul perjanjian kredit tersebut umumnya menyatakan bahwa debitor harus memberitahukan kepada kreditor untuk persetujuannya.

Keberadaan Arman yang sudah tidak diketahui mengakibatkan posisi Samuel semakin sulit, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan Samuel untuk memperoleh haknya. Samuel masih memilik upaya hukum dalam hal ini.

Demi kepastian hukumnya, upaya hukum yang bisa dilakukan Samuel adalah mengajukan permohonan ketidakhadiran pihak pertama, Arman, kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya mencakup keberadaan objek (rumah KPR tersebut) yaitu Pengadilan Negeri Klaten. Selain oleh Samuel, upaya hukum tersebut dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Fungsi dari upaya hukum ini adalah untuk menegaskan tentang ketidakhadiran si Pihak pertama tersebut.

Putusan ketidakhadiran tersebut dapat digunakan sebagai dokumen pelengkap untuk diajukan kepada pihak BTN. Putusan tersebut diharapkan menjadi akan menjadi bahan pertimbangan yang kuat agar pihak BTN dapat lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dalam permasalahan ini.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  1. Bahwa berdasarkan BW, terhadap setiap pengalihan hutang dari si berutang (debitor) lama kepada si berutang (debitor) baru dapat dilakukan melalui cara delegasi / pemindahan atau dengan cara Pembaharuan Utang (Novasi) dengan konsekuensi yuridis yang berbeda untuk masing-masing cara.
  2. Untuk pengalihan utang melalui delegasi / pemindahan, harus didudukkan dalam suatu perjanjian tersendiri (Akta Delegasi) dan dengan adanya delegasi / pemindahan tersebut si berutang (debitor) lama tetap mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap pelunasan hutang yang telah dialihkan kepada debitor baru dan terhadap perjanjian ikutan / accessoir-nya tidak berakhir / tetap dapat dipertahankan karena pengalihan hutang tersebut tidak mengakibatkan adanya suatu Pembaharuan Utang yang dapat mengakibatkan perikatan / Perjanjian Pokok (Perjanjian Kredit) menjadi hapus.
  3. Sedangkan untuk setiap Pembaharuan Utang (Novasi Subyektif Pasif) harus didudukkan terlebih dahulu melalui suatu perjanjian tersendiri (Akta Novasi). Novasi tersebut akan menimbulkan konsekuensi hukum baru yaitu Perjanjian Kredit awal akan menjadi hapus dan digantikan dengan Perjanjian Kredit baru, yang mengakibatkan segala hak-hak istimewa yang telah melekat berdasarkan perjanjian ikutan / accessoirnya juga menjadi hapus, sehingga perlu dibuatkan suatu perjanjian ikutan / accessoir baru berdasarkan perjanjian pokok yang juga baru (Perjanjian Kredit baru) yang dibuat antara debitor baru dengan kreditur.
  4. Pengalihan hutang yang dimaksud dalam pasal 1381 BW yang termasuk dalam peristiwa yang mengakibatkan hapusnya perikatan dalam kaitannya dengan permasalahan ini adalah Novasi Subyektif Pasif.

Saran

  1. Mengingat potensi terjadinya permasalahan hukum maka tidak disarankan :

· Melakukan perjanjian jual beli menyangkut tanah sacara lisan, tanpa menggunakan surat apapun yang hanya mendasarkan pada kwitansi saja.

· Melakukan jual beli yang melibatkan pihak ketiga tanpa sepengetahuan pihak ketiga tersebut.

  1. Perjanjian jual beli menyangkut tanah harus ditindaklanjuti dengan pembuatan akta notariil.
  2. Mengingat potensi terjadinya permasalahan hukum serta belum adanya ketentuan internal yang mengatur lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengalihan hutang melalui delegasi / pemindahan, maka tidak disarankan menggunakan cara ini dalam pengalihan hutang.
  3. Novasi (Subyektif Pasif) memperbaharui seluruh hak-hak istimewa yang telah diikat dan dijadikan sebagai agunan hutang (Perjanjian Kredit awal) tersebut.
  4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan peralihan hutang melalui Novasi dimaksud, antara lain :

· Kemampuan debitor baru untuk melunasi utang debitur lama kepada kreditu, dalam hal ini BTN, termasuk diantaranya asset-asset yang dapat dibebani dengan Hak Kebendaan.

· Akta Novasi wajib dibuat dan Perjanjian Kredit baru atas nama debitor baru, Akta Novasi dan proses pengalihan fasilitas kredit tersebut harus tetap menjamin kepentingan Bank.

· Perjanjian Accessoir yang melekat pada hutang debitur lama harus diperbaharui untuk menjamin hutang debitur baru, dan tidak menutup kemungkinan Bank meminta tambahan jaminan kepada debitor baru (sesuai keperluannya).


Sumber Penulisan :

BUKU

Suryodiningrat, R.M., ”Azas-azas Hukum Perikatan”, Penerbit ”Tarsito”, Bandung,

1985

ARTIKEL BLOG

Purnamasari, Irma Devita, “Jual Beli dan Balik Nama Sertifikat, Prosedur, Data yang

diperlukan dan Syarat-syaratnya, http://irmadevita.com, September 27, 2007

Kuncoro, NM. Wahyu, Sh, “Konsultasi Pengambilan Sertifikat”,

http://konsultasihukumgratis.blogspot.com, September 27, 2007

ANALISIS UUD 1945 PRA DAN PASCA AMANDEMEN

PENDAHULUAN

Berdirinya Negara Indonesia tidak hanya ditandai oleh Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang merumuskan berbagai masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur Negara mulai ada[1]. Walaupun secara jelas pada masa itu belum ada lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya Aturan Tambahan dan Aturan Peralihan dalam UUD 1945.[2]

UUD 1945 merupakan konstitusi Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan UUD 1945 memenuhi unsur-unsur konstitusi, baik ditinjau dari pengertian, substansi dan wewenang pembentukannya serta hubungannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

Seiring perjalanannya, Indonesia telah mengalami beberapa pergantian konstitusi, diawali dengan UUD 1945 yang berlangsung selama 4 tahun, diganti dengan Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti lagi dengan UUDS 1950. Hingga akhirnya kembali lagi ke UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 1959.

Pada tahun 1998 dimulailah tonggak sejarah baru di Indonesia, karena sejak tahun 1998 sudah mulai muncul tuntutan-tuntutan akan perubahan mendasar di Republik Indonesia. Dan hal terpenting itu Supremasi Hukum dan Amandemen atau Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Tuntutan masyarakat pun akhirnya diakomodir dengan mengamandemen UUD 1945 secara bertahap dan yang terakhir, amandemen ke-empat pada tahun 2002.

Perubahan tersebut yang mendasari analisis UUD 1945 ini. Adapun pembahasan analisis ini hanya menitikberatkan pada faktor-faktor sebagai berikut :

a. Rigid atau Flexsible

Bersifat rigid berdasarkan kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih sesuatu yang ideal dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan dalam konstitusi tersebut dan juga sebagai pertimbangan ketika Konstitusi memiliki kandungan rigiditas, yaitu untuk menunjukkan wibawa daripada suatu bentuk Hukum tertinggi dari suatu negara. Sedangkan bersifat fleksibel dimana Konstitusi selalu diharapkan terus hidup dan berkembang dalam masyarakat menjadi “The Living Constitution”, sehingga selalu memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan dari masyarakat itu sendiri.

b. Conditional atau Unconditional

Perbandingan ini menitikberatkan pada prosedur amandemen konstitusi dan dikaitkan dengan kedudukannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Dikatakan conditional apabila terdapat prosedur yang khusus tentang amandemen konstitusi. Hal ini dikaitkan dengan kewenangan pembentukan konstitusi dan kedudukan yang lebih tinggi (superior) dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan unconditional, prosedurnya tidak diatur secara khusus.

c. Superior atau Subordinat.

Perbandingan ini menitikberatkan pada kedudukan konstitusi dengan peraturan perundang-undangan lainnya dan lembaga pembentuknya. Dikatakan subordinat apabila kewenangan untuk membentuk atau mengamandemen konstitusi terletak pada lembaga legislatif, sedangkan superior, lembaga legislatif tidak memiliki kewenangan untuk membentuk atau mengamandemen konstitusi dan kewenangan tersebut diberikan kepada parlemen, di Indonesia dikenal dengan MPR.


UUD 1945 PRA AMANDEMEN

Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas merancang Undang-Undang Dasar 1945.

Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 merupakan Ikrar Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan lahirlah Negara Indonesia. Sehari setelah itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :

1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari Rancangan Undang-Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;

2. Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh Panitia Perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;

3. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai Presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil Presiden;

4. Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional.

Pengertian pokok tentang Undang-Undang Dasar 1945 yang dimaksudkan adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari :

a. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri 16 Bab berisi 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan;

c. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.

Konsekuensinya, UUD 1945 sebagai konstitusi itu melingkupi keseluruhan naskah tersebut.

Pada Penjelasan Umum, jelas-jelas disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Pembentukan UUD 1945 pada awalnya bersifat sementara saja karena proses pembentukannya yang relatif singkat. Hal ini dapat diketahui melalui ayat (2) Aturan Tambahan. Secara jelas disebutkan bahwa akan dibentuk MPR yang memiliki wewenang untuk menetapkan UUD. MPR yang terbentuk akan mengadakan siding untuk membahas dan menetapkan UUD sebagai konstitusi Indonesia. Kenyataannya, sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden, baik itu MPR atau MPRS atau Lembaga Konstituante tidak menghasilkan apa pun, sehingga diberlakukannya kembali UUD 1945 sebagai UUD. Padahal, BPUPKI bukanlah lembaga perwakilan karena BPUPKI merupakan badan bentukan Jepang. Meskipun demikian, BPUPKI dapat dikatakan sebagai lembaga perwakilan yang dapat dipersamakan dengan parlemen.

Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR namun hanya terdapat tentang kewenangan menetapkan UUD bukan mengamandemen. Namun, dalam pasal 37 diatur tentang prosedur amandemen UUD. Pengaturan tentang amandemen tersebut juga sebatas posedur umum. Sedangkan untuk prosedur khususnya diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Itu pun sebatas merubah/mengamandemen batang tubuh dan penjelasan. Khusus untuk pembukaan UUD 1945 mutlak tidak dapat diubah/diamandemen, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang merupakan dasar Negara.

Meskipun demikian, UUD 1945 pada dasarnya lebih bersifat fleksibel, karena para pendiri bangsa sesungguhnya menghendaki adanya perubahan UUD 1945 dengan tujuan UUD 1945 lebih diharapkan terus hidup dan berkembang dalam masyarakat menjadi “The Living Constitution”, sehingga selalu memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan dari masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pra amandemen bersifat conditional, superior dan fleksibel.

UUD 1945 PASCA AMANDEMEN

Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari :pembukaan dan pasal-pasal (sesuai pasal II Aturan Tambahan UUD 1945.

Konsekuensinya, penjelasan tidak lagi menjadi bagian dari UUD.

Meskipun demikian, penjelasan memiliki fungsi yang penting dalam rangka menjelaskan tentang norma yang terdapat dalam UUD 1945 sehingga seharusnya mengandung norma yang baru.

Penjelasan Umum, disebutkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar. Dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen, “Stufentheorie”, atau theorie vom Stufenaufbau-nya Hans Nawiasky Pembukaan mengandung sejumlah tujuan negara dan dasar falsafah bernegara yaitu Pancasila. Posisi Pancasila dalam UUD adalah sebagai norma dasar suatu negara (Staatsfundamentalnorm), yang memberikan landasan bagi Aturan Dasar. Sedangkan materi yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945 merupakan Grundgezetze, norma dasar yang memiliki kekuatan mengikat kepada norma-norma hukum peraturan perundang-undangan, atau menggariskan tatacara membentuk peraturan perundang-undangan secara Umum. Hal ini ditunjukkan dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Dalam pasal 3, mengatur tentang kewenangan MPR baik tentang kewenangan mengubah dan menetapkanUUD. Meskipun MPR bukan lembaga tertinggi Negara lagi namun MPR merupakan lembaga perwakilan (parlemen) yang oleh konstitusi diberi wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD. Pembentukan UUD kewenangannya tidak diberikan kepada lembaga legislatif karena lembaga legislatif hanya memiliki kewenangan dalam membentuk UU dan kedudukan UU di bawah UUD.

Sedangkan untuk prosedur amandemen yang diatur dalam pasal 37 terdapat prosedur khusus dengan ketentuan yang lebih kompleks. Dalam hal substansi perubahan/amandemen masih terdapat kesamaan dengan UUD 1945 pra amandemen, yaitu mutlak tidak diperbolehkan untuk merubah/mengamandemen pembukaan UUD 1945, karena didalamnya terdapat falsafah negara yang merupakan dasar Negara. Selain itu, ada hal lain yang tidak boleh diganti yaitu bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 37 ayat 5)). Dan ketentuan yang lebih spesifik diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

UUD 1945 pasca amandemen lebih bersifat rigid. Hal ini dikarenakan persepsi penguasa yang sepakat untuk lebih mengkultuskan UUD 1945 sebagai kesatuan pemikiran dari mayarakat untuk memilih sesuatu yang ideal dalam hal-hal tertentu yang direfleksikan didalamnya. Selain itu, nilai historis yang terkandung dalam UUD 1945 membuatnya sebagai konstitusi memiliki kandungan rigiditas. UUD 1945 tidak lg dipandang sebagai peraturan perundang-undangan saja melainkan merupakan wibawa daripada suatu bentuk Hukum tertinggi dari suatu negara.

Berdasarkan uraian di atas, UUD 1945 pasca amandemen bersifat conditional, superior dan rigid.

KESIMPULAN

UUD 1945 merupakan konstitusi karena ditinjau dari materi muatannya, prosedur dan wewenang pembentukannya serta bentuknya sesuai dengan pengertian konstitusi. Lebih dari itu, konstitusi mencerminkan tingkat peradaban dari pada suatu bangsa. Hal ini dikarenakan substansi/materi muatan yang terkandung didalamnya.

UUD 1945 pra amandemen bersifat conditional, superior dan fleksibel sedangkan UUD 1945 pasca amandemen bersifat conditional, superior dan rigid.



[1] Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan, CV Armico, Bandung, 1987, h. 36

[2] Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, 1984, h. 17

DIGIPAY - MARKETPLACE, TRANSFORMASI BELANJA PEMERINTAH MENUJU CASHLESS SOCIETY

  Perubahan Perilaku Belanja Pemerintah Pembayaran belanja pemerintah yang masih menggunakan transaksi tunai adalah pembayaran melalui mek...