Jumat, 07 Januari 2011

STATUS HUKUM ASEAN DALAM CHINA – ASEAN FREE TRADE AGREEMENT

 
A.          PENDAHULUAN
Negara-negara anggota ASEAN berinteraksi berdasarkan Deklarasi Bangkok.  Namun pada hakikatnya, Deklarasi Bangkok merupakan suatu pernyataan politik (political statement) yang tidak mengikat hak dan kewajiban negara anggota maupun organisasi atas dasar hukum/konstitusi.    Deklarasi Bangkok tidak menegaskan tentang international legal personality dari ASEAN dan hanya menetapkan pendirian ASEAN dan tujuan pendirian ASEAN saja.  Dan setelah 40 (empat puluh) tahun kemudian, ASEAN Charter  menegaskan status tersebut.
Salah satu aspek pendirian organisasi internasional adalah aspek hukum, dan personalitas hukum (international legal personality) termasuk di dalam aspek tersebut.  Personalitas hukum yang dimiliki oleh organisasi internasional adalah mutlak penting guna memungkinan organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khusunya kapasitas dalam melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan tuntutan dengan negara lainnya.[1]
Perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan China mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2010.  Namun penandatangan perjanjian tersebut telah dilakukan sejak tahun 2002.  Pada saat penandatangan perjanjian tersebut, dalam interaksinya negara-negara ASEAN masih berdasarkan Deklarasi Bangkok.  Permasalahannya, apakah international legal personality dapat dengan sendirinya dimiliki oleh organisasi internasional atau perlu penegasan dalam instrumen pokoknya.  Berdasarkan kondisi itu lah pembahasan makalah “STATUS HUKUM ASEAN DALAM CHINA ASEAN FREE TRADE AGREEMENT” dibatasi dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      International Legal Personality ASEAN.
2.      Karakteristik CAFTA ditinjau dari Hukum Perjanjian Internasional.
B.           PEMBAHASAN
  1. International Legal Personality ASEAN
Organisasi internasional, menurut Boer Mauna, didefinisikan sebagai suatu perhimpunan negara-negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ dari perhimpunan itu sendiri.  Organisasi merupakan salah satu subyek hukum internasional.  Tata urutan subyek hukum internasional disesuaikan dengan kewenangan yang dimilikinya.  Pada tingkat paling atas terdapat negara yang mempunyai wewenang internasional secara penuh karena statusnya sebagai subyek asli hukum internasional semenjak abad ke-16.[2]  Selanjutnya menyusul organisasi antar pemerintah atau organisasi internasional yang mempunyai wewenang-wewenang khusus.[3]  Organisasi internasional ditempatkan setelah negara dengan alasan bahwa organisasi internasional hanya memiliki hak dan kewajiban menurut hukum internasional dalam hal tertentu.[4]
Organisasi internasional memiliki personalitas hukum internasional (international legal personality)sebagai hak, yang merupakan suatu konsekuensi dari dasar pembentukan organisasi itu yang berada di bawah hukum internasional.  Personalitas hukum internasional (international legal personality) yang dimiliki oleh organisasi internasional dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu :[5]
a.            Personalitas hukum internasional (international legal personality) dalam kaitannya dengan hukum nasional, dan hal ini dapat dilihat khususnya pada headquarters agreement, perjanjian antara negara  dengan organisasi internasional dalam rangka mendirikan sekretariat tetap ataupun markas besar organisasi tersebut.  Headquarters agreement, pada umumnya mengatur tentang keistimewaan dan kekebalan diplomatik yang dimiliki oleh pejabat sipil internasional, pembebasan pajak, dan lainnya
b.           Personalitas hukum internasional (international legal personality) dalam kaitannya dengan hukum internasional dapat diartikan bahwa organisasi internasional memiliki hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional.  Hak dan kewajiban ini antara lain mempunyai wewenang untuk menuntut dan dituntut di depan mahkamah internasional, memperoleh dan memiliki benda-benda bergerak, mempunyai kekebalan (immunity), dan hak-hak istimewa (privileges).
Personalitas hukum internasional (international legal personality) penting dalam hubungan internasional.  Hal ini dikarenakan personalitas hukum internasional (international legal personality) menyangkut tentang kapasitas hukum (legal capacity).  Personalitas hukum internasional (international legal personality) tidak akan hilang meskipun tidak dicantumkan dalam instrument pokok/dasar pendirian organisasi internasional.
ASEAN merupakan organisasi internasional yang bersifat regional, khusus beranggotakan negara-negara yang terletak di kawasan asia tenggara.  ASEAN resmi terbentuk sebagai organisasi internasional dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok sebagai instrumen dasarnya.  Meskipun dalam Deklarasi Bangkok tidak mencantumkan secara jelas tentang personalitas hukum internasional (international legal personality) bukan berarti ASEAN tidak memiliki personalitas hukum internasional.
Meskipun ASEAN dapat melakukan kerjasama dengan subyek hukum internasional lainnya, ASEAN tidak tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian internasional seperti CAFTA.  Hal ini dikarenakan Deklarasi Bangkok hanya menetapkan kesepakatan pendirian ASEAN dan tujuannya saja, tetapi tidak memberikan kewenangan international legal personality pada salah satu badan dalam struktur organisasinya.
Dalam hal ini, meskipun dalam instrumen pokok suatu organisasi internasional tidak mencantumkan tentang personalitas hukum internasional (international legal personality) sebagai subyek hukum internasional, organisasi internasional tetap memiliki kapasitas untuk melakukan tindakan hukum (legal capacity) sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip hukum internasional karena pada dasarnya kewenangan/kapasitas bertindak suatu organisasi terbatas pada lingkup tugas dan tujuan pembentukannya, sesuai dengan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (AD) pendiriannya.
Dikarenakan tidak adanya pelimpahan wewenang international legal personality kepada salah satu badan/organ dalam struktur organisasinya ASEAN menerapkan “selective exercise of legal personality” yaitu international legal personality ASEAN hanya sebatas pada kebutuhan ASEAN secara internal seperti dalam pemeliharaan markas besar dan penyelenggaraan pertemuan antar negara anggota ASEAN sedangkan untuk kepentingan yang sangat urgen yang menyangkut kehidupan bernegara tetap dimiliki oleh masing-masing negara anggota ASEAN.
Meskipun ASEAN hanya menerapkan selective exercise of legal personality, status organisasi internasional pada ASEAN tetap.  Dengan demikian ASEAN dapat melakukan perjanjian kerjasama dengan subyek hukum internasional lainnya.
CAFTA merupakan perjanjian kerjasama antara China (negara) dan ASEAN (organisasi internasional) yang dituangkan secara tertulis dan diatur dalam hukum internasional.  Berdasarkan pasal 2 ayat (1) huruf a Konvensi Wina Tahun 1986, perjanjian internasional adalah suatu perjanjian internasional yang dibuat secara tertulis oleh antar negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya yang diatur oleh hukum internasional.


  1. Karakteristik CAFTA ditinjau dari Hukum Perjanjian Internasional
Berdasarkan uraian sebelumnya, CAFTA merupakan perjanjian internasional.
Perjanjian internasional berdasarkan jumlah para pihak dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu :
a.            Perjanjian Bilateral.
Perjanjian bilateral merupakan perjanjian internasional yang para pihaknya hanya terdiri dari 2 (dua) subyek hukum internasional.
b.           Perjanjian Multilateral.
Perjanjian multilateral merupakan perjanjian internasional yang para pihaknya terdiri lebih dari 2 (dua) subyek hukum internasional.  Perjanjian multilateral ini masih dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
ð  Perjanjian Multilateral terbatas (Plurilateral), dimana para pihaknya dibatasi pada ruang lingkup geografis, tujuan atau kepentingan atau merupakan gabungan dari kedunya.
ð  Perjanjian multilateral terbuka, dimana para pihaknya bebas tak ada batasan, siapa pun dapat menjadi pihak dalam perjanjian internasional ini.
CAFTA merupakan perjanjian internasional yang dibuat antara China dan ASEAN.  Namun perjanjian internasional tersebut tidak bisa diklasifikasikan menjadi perjanjian bilateral.  Hal ini dikarenakan ASEAN, berdasarkan Deklarasi Bangkok tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian internasional.
ASEAN memiliki tujuan yang tercantum pada Deklarasi Bangkok tetapi tidak memberikan kewenangan international legal personality kepada badan/organ dalam struktur organisasinya untuk mewujudkan tujuan tersebut.  Meskipun Deklarasi Bangkok tidak menegaskan tentang international legal personality, ASEAN tetap memiliki international legal personality melalui kebiasaan yang dipraktikan dan pengakuan sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip hukum internasional.  Hanya saja ASEAN tidak menerapkan hal itu, ASEAN hanya menerapkan “selective exercise of legal personality” dimana untuk perjanjian internasional yang dirasa penting hanya boleh diwakilkan oleh “the big three” yaitu kepala negara, kepala pemerintahan atau menteri luar negeri.
CAFTA dalam penandatanganan “consent to be bond”nya dilakukan oleh masing-masing negara anggota ASEAN.  Dengan demikian CAFTA termasuk klasifikasi perjanjian plurilateral sehingga hubungan hukum yang terjadi dalam perjanjian internasional tersebut hanya terjalin pada China dengan negara anggota ASEAN yang menandatangani CAFTA, bukan ASEAN sebagai subyek hukum internasional.
ASEAN bersifat longgar sehingga kerjasama yang dilakukan olehnya tidak mengikat kepada semua negara anggota ASEAN untuk mengikutinya.  Seperti halnya dengan CAFTA.  Kenyataannya tidak semua negara anggota ASEAN menandatangani CAFTA, hanya Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunai Darussalam dan Singapura yang menandatangani CAFTA.  Dengan demikian perjanjian internasional tersebut hanya mengikat China dengan Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunai Darussalam atau Singapura saja dan tidak berlaku dengan negara anggota ASEAN lainnya.

C.          KESIMPULAN
International legal personality memberikan status hukum pada organisasi internasional.  International legal personality tetap dimiliki oleh organisasi internasional meskipun dalam instrrumen pokoknya tidak menegaskan secara eksplisit.  Hal ini dapat diperoleh melalui kebiasan yang diterapkan oleh organisasi internasional itu dan sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip hukum internasional.
ASEAN merupakan organisasi internasional, meskipun dalam Deklarasi Bangkok tidak menegaskan tentang international legal personality bukan berarti ASEAN tidak memiliki international legal personality.  Berdasarkan aturan dan prinsip-prinsip hukum internasional ASEAN memiliki international legal personality hanya saja kebiasaan yang diterapkan ASEAN merupakan selective exercise of legal personality.  Deklarasi Bangkok yang tidak menegaskan tentang international legal personality membuat organisasi ini bersifat longgar sehingga memberikan kebebasan kepada negara anggota ASEAN untuk ikut atau tidak dalam perjanjian kerjasama yang diselenggarakan dengan mengatasnamakan ASEAN.
CAFTA merupakan perjanjian plurilateral karena ASEAN tidak bisa menjadi pihak dalam perjanjian internasional sehingga penandatanganan dalam “consent to be bound” dilakukan oleh masing-masing negara anggota ASEAN.  CAFTA hanya berlaku bagi China dengan sebagian negara anggota ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunai Darussalam dan Singapura karena hanya kelima negara anggota ASEAN tersebut lah yang menandatangani perjanjian internasional tersebut.  CAFTA tidak berlaku bagi negara anggota ASEAN lainnya yang tidak menandatangani perjanjian internasional tersebut.


DAFTAR BACAAN

Buku
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2003.

Malanczuk, Peter, Akehurst’s Modern Introduction to International Law, Seventh Revised Edition, Routledge, London, 1997.

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 1990.


Peraturan Perundang-undangan

Konvensi Wina

Deklarasi Bangkok

China – ASEAN Free Trade Agreement


Website
http://www.aseansec.org/thanat.htm


[1] Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 1990, hlm. 110.
[2] Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2003, hlm. 58.
[3] Ibid.
[4] Peter Malanczuk, Akehurst’s Modern Introduction to International Law, Seventh Revised Edition, Routledge, London, 1997, hlm. 92. Teks asli berbunyi : “Since the law of nations is based on the common consent of individual States, and not of individual human beings, States solely and exclusively are subjects on international law.”
[5] Sumaryo Suryokusumo, op.cit., hal.113.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIGIPAY - MARKETPLACE, TRANSFORMASI BELANJA PEMERINTAH MENUJU CASHLESS SOCIETY

  Perubahan Perilaku Belanja Pemerintah Pembayaran belanja pemerintah yang masih menggunakan transaksi tunai adalah pembayaran melalui mek...