Jumat, 27 Agustus 2021

DIGIPAY - MARKETPLACE, TRANSFORMASI BELANJA PEMERINTAH MENUJU CASHLESS SOCIETY

 

Perubahan Perilaku Belanja Pemerintah

Pembayaran belanja pemerintah yang masih menggunakan transaksi tunai adalah pembayaran melalui mekanisme uang persediaan (UP). Secara berangsur-angsur, transaksi tunai pada pengelolaan UP mulai dialihkan ke cashless dengan menerapkan digital payment seperti cash management system (CMS), Kartu Debit Pemerintah, Kartu Kredit Pemerintah (KKP), virtual account (VA) dan yang terbaru adalah digital payment – marketplace. Hal ini merupakan bentuk dukungan pada agenda pemerintah dalam mewujudkan cashless society. Cashless society merupakan budaya bertransaksi non tunai.

Digital payment – Marketplace (digipay) merupakan transformasi belanja pemerintah khusus untuk uang persediaan (UP) di era digital secara cashless. Digipay merupakan langkah awal dalam penyediaan platform pengadaan barang/jasa yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan sistem pembayaran menggunakan KKP dan/atau CMS VA bekerja sama dengan Bank Himbara untuk mewujudkan inovasi membangun ekosistem digital belanja negara, yang melibatkan satuan kerja (satker) pengelola UP, perbankan dan penyedia barang/jasa (UMKM) dengan berbasis pada suatu bank yang sama.

 

tunai

digipay

Integrasi sistem

Sistem pembayaran tidak terintegrasi dengan sistem pengadaan

Sistem pembayaran terintegrasi dengan sistem pengadaan dalam 1 (satu) platform.

Waktu

Tergantung dengan jarak penyedia barang/jasa sehingga waktu yang diperlukan tidak bisa diprediksi untuk perjalanan dengan dan berbelanja

Bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja dengan proses cepat tidak lebih dari 15 menit dan tidak tergantung pada jarak penyedia barang/jasa

Biaya

Perlu biaya transportasi

Tidak perlu biaya transportasi

Proses

Memerlukan kertas, proses pengajuan, verifikasi dan approval masih dilakukan secara manual

Paperless dan semua tahapan dilakukan secara web based

Pajak dan SPJ

Dilakukan secara manual

Sudah terintegrasi melalui platform

Sistem

Pembayaran tunai dan tidak mendukung GNNT

Cashless menggunakan KKP dan/atau CMS VA dan mendukung penuh program GNNT

Tabel 1. Efisiensi Digipay


Digipay vs Marketplace Popular

Digipay merupakan platform pembayaran seperti halnya marketplace popular seperti halnya tokopedia, shopee, blibli, dll. Adapun perbedaan digipay dengan marketplace popular adalah:

 

Digipay

Marketplace Popular

Sifat transaksi

Goverment to Business (G2B)

Business to Business (B2B) dan Consumer to Consumer (C2C)

Kapan pembayaran dilakukan

Setelah barang diterima

(UU Perbendaharaan Negara pasal 21 ayat (1))

Pembeli: syarat sebelum order diproses

Penjual: setelah barang diterima

Rekening antara

Tidak perlu

Perlu

Institusi pemegang kepercayaan

Negara dengan dasar:

1.     Jaminan kepastian pembayaran dari negara

2.     Kekuasaan negara untuk memungut pajak (power to tax)

3.     Kontribusi belanja negara bagi PDB

Penyedia platform dengan dasar:

1.     Penyedia platform sebagai pihak ketiga yang dipercaya oleh penjual dan pembeli

2.     Reputasi penyedia platform

3.     Regulasi dari otoritas sistem pembayaran

Peran penyedia platform

1.     Penyedia aplikasi

2.     Payment gateway

1.     Penyedia aplikasi

2.     Sebagai “wasit” jika terjadi dispute

3.     Pemilik escrow account

Pajak atas transaksi

Dipungut/dipotong, dan disetor oleh bendahara (UU KUP, UU PPh, UU PPN dan PPn BM)

Menjadi tanggung jawab penjual

Kewajiban melindungi UMKM

Pemerintah wajib melindungi UMKM

(UU Nomor 20 tahun 2008)

Tidak wajib

Pengguna di dalam aplikasi

Pemisahan wewenang (check and balance) sesuai UU dan kebutuhan operasional:

1.     Pemesan: unit pengguna

2.     PPK: izin prinsip pembebanan anggaran, pengadaan dan pembayaran

3.     Pejabat pengadaan: pihak yang melakukan negosiasi

4.     Penerima barang: pihak yang menerima barang/jasa

5.     Bendahara: pihak yang melakukan pembayaran

Pemesan, pembayar dan penerima adalah orang yang sama

Tabel 2. Perbedaan Digipay dan Marketplace Popular

Manfaat Digipay

Secara umum, manfaat bertransaksi non tunai ada 3 (tiga), yaitu aman, praktis dan efisien, transparan. Pertama, aman karena uang tunai dapat menimbulkan risiko pencurian dan bahkan mendapat pengembalian uang palsu. Kedua, transaksi non tunai praktis karena tidak perlu membawa uang tunai dan efisiensi dengan alasan transaksi non tunai menghindari kerepotan dalam mengelola uang tunai seperti menghitung, menyimpan dan mendistribusikan uang. Ketiga, transparan, semua transaksi non tunai secara otomatis tercatat secara detil sehingga mudah dilakukan pencarian transaksi dan data transaksinya dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang memudahkan dalam penghitungan pajak dan penyiapan dokumen pertanggungjawabannya (kuitansi dan SPBy).

Manfaat digipay tidak hanya dirasakan oleh satker pengelola UP saja melainkan pihak-pihak yang terkait yaitu UMKM, perbankan, auditor, Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP), Aparat Penegak Hukum (APH) serta Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb). Adapun manfaat digipay untuk masing-masing pihak antara lain:

Satker

·         Otomasi dan efisiensi (seluruh proses dijalankan secara otomatis)

·         Integrasi pengadaan, pembayaran, perpajakan dan pelaporan

·         Simplifikasi SPJ (platform menghasilkan dokumen SPJ)

·         Menghilangkan moral hazard (transparan dan akuntabel)

UMKM

·         Kepastian pembayaran (platform menyediakan scheduled payment)

·         Peluang menjadi rekanan di banyak satker (open and free marketing)

·         Mendapat fasilitas dalam pinjaman dari bank mitra (bank lending facility)

Bank

·         Membuka pasar baru (dengan mempertimbangkan record UMKM mitra pada digipay)

·         Layanan bagi targeted segment

·         Brand mitra pemerintah

Auditor/APH/DJP

·         Mengurangi fraud (transaksi dijalankan melalui sistem, tidak ada pertemuan langsung antara satker dengan UMKM)

·         E-audit (data digipay dapat digunakan sebagai e-audit)

·         Memastikan kepatuhan wajib pajak

DJPb

·         Manajemen likuiditas yang lebih efisien (saldo kas termonitor)

·         Perencanaan kas yang lebih efektif

·         Data analytics

Tabel 3. Manfaat Digipay

Tantangan Digipay

Implementasi digipay tidak terlepas dari tantangan. Pertama, digipay sangat tergantung pada infrastruktur dan teknologi. Dalam bertransaksi menggunakan digipay membutuhkan sistem jaringan komunikasi, koneksi internet, listrik serta perangkat lainnya seperti komputer/laptop maupun smartphone. Tingkat penggunaan internet, untuk di beberapa wilayah masih rendah membuat kesenjangan sosial dalam implementasi digipay.

Kedua, tingkat kepercayaan baik satker maupun UMKM dalam menggunakan digipay.  Diperlukan jaminan baik bagi satker maupun UMKM dari potensi pencurian data dan cyber crime.  Hal tersebut harus dilakukan antisipasi secara kontinyu memperbaharui keamanan sistem (update security system) digipay, selain itu perlu diterapkan standar keamanan dengan penggantian sandi secara berkala.

Ketiga, kebiasaan baik satker maupun UMKM yang masih memilih untuk melakukan transaksi secara tunai. Hal ini banyak dialami di daerah karena latar belakang sosial budayanya yang sudah sangat nyaman menggunakan uang tunai untuk bertransaksi. Keadaan ini tidak lepas dari keheterogenan masyarakat di Indonesia dengan tingkat pendidikan dan pemahaman terhadap teknologi yang belum merata serta kurangnya literasi keuangan. Sosialisasi terus dilakukan secara optimal sehingga literasi keuangan dan kompetensi digital menjadi lebih baik.

Aplikasi digipay masih dianggap tidak user friendly baik oleh satker maupun UMKM sehingga membuat mereka enggan menggunakannya. Tampilan katalog digipay pada level pemesan, tidak terdapat nama penyedia barang/jasa hanya nama barang/jasa dan deskripsi. Apabila UMKM tidak mencantumkan nama tokonya pada nama barang/jasa atau pada deskripsi maka pemesan tidak akan mengetahui katalog tersebut darimana. Bukti transaksi pada level pemesan pun tidak mencantumkan nama UMKM, nama UMKM baru muncul pada level PPK dan seterusnya. Hal ini memerlukan ekstra perhatian bagi pemesan karena harus mengingat sendiri untuk setiap barang/jasa yang ditampilkan pada katalog tersebut merupakan produk dari UMKM yang mana. Adapun dari pihak UMKM masih belum terbiasa dengan transaksi online dan juga untuk selalu memperbaharui katalog barang/jasa pada aplikasi digipay dengan alasan tidak memiliki banyak tenaga dan lebih memprioritaskan toko offline-nya.

Selain itu, digipay dibedakan berdasarkan bank mitra kerja sehingga UMKM yang memiliki lebih dari 1 (satu) bank mitra kerja harus menjalankan lebih dari 1 (satu) digipay pula. Hal ini tentu sangat merepotkan. Terkait kondisi ini, satker juga merasa sedikit kurang nyaman karena hanya bisa mengakses katalog dari mitra yang hanya bekerja sama dengan bank dimana mereka membuka rekening bendahara, padahal beberapa UMKM langganan mereka banyak yang tidak memiliki rekening pada bank yang sama. Satu lagi, untuk pembayaran menggunakan CMS VA, untuk keamanan transaksi tidak lagi menggunakan token melainkan diganti dengan PIN atau OTP atau QRIS sehingga tidak tergantung dengan alat token seandainya lupa menaruhnya dimana.

Kunci Keberhasilan Digipay

Sinergi dan koordinasi dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, bank, satker maupun UMKM untuk mensukseskan implementasi digipay. Dukungan semua pihak sangat dibutuhkan agar tujuan strategis dari implementasi digipay, mewujudkan ekonomi digital dalam memperkuat daya saing ekonomi daerah dapat tercapai. Keterlibatan dari pihak perbankan masih perlu ditingkatkan. Perbankan diharapkan dapat memberikan dukungan dalam peningkatan kualitas infrastruktur serta sosialisasi ekonomi digital, khususnya digipay kepada UMKM.

Satker juga harus lebih membiasakan diri untuk bertransaksi menggunakan digipay dan turut aktif dalam mendaftarakan UMKM langganannya untuk menjadi bagian dari digipay. Sedangkan UMKM sendiri juga diharapkan untuk lebih terbuka terhadap budaya bertransaksi secara digital dan non tunai.

Seperti kata pepatah, “Ala bisa karena biasa” dengan ini sangat diharapkan satker mulai membiasakan dirinya untuk melakukan transaksi non tunai melalui digipay. Diharapkan transaksi non tunai melalui digipay akan semakin meningkat, mengingat saat ini secara demografi didominasi oleh gen Y dan Z yang lebih menyukai transaksi non tunai yang mudah, cepat dan efisien serta modern. Hal ini tentu harus didukung dengan aplikasi digipay yang lebih user friendly selain dari dukungan dari berbagai pihak yang terkait.

 

Referensi:

Naskah Akademis Pengembangan Proses Bisnis SPAN dan Marketplace Pemerintah : Marketplace Pemerintah, Dodi Dharma Hutabarat

Slide Implementasi Sistem Digital PaymentMarketplace Belanja Pemerintah, Direktorat Pengelolaan Kas Negara

Slide Implementasi Digital PaymentMarketplace (Digipay), Direktorat Pengelolaan Kas Negara

Slide Digipay: Reformasi Keuangan Negara Berbasis Digital, Dodi Dharma Hutabarat, Central Transformation Office Kementerian Keuangan

www.nontunai.com

“ONE STOP TREASURY SERVICE” SISTEM PELAYANAN TERPADU MELALUI CUSTOMER SERVICE

Layanan KPPN saat ini dirasa kurang efisien oleh satuan kerja (satker). Satker setiap datang ke KPPN dengan beberapa keperluan/permasalahan sekaligus. Namun dikarenakan pelayanan pada KPPN masih dibedakan menurut jenis layanan maka untuk mendapatkan pelayanan di KPPN satker harus mengambil nomor antrian pada masing-masing jenis layanan sesuai kebutuhan yang diperlukannya. Terlebih dikarenakan beban pada masing-masing jenis layanan tidak seimbang menyebabkan antrian yang panjang pada jenis layanan tertentu, dalam hal ini pada layanan penerimaan SPM. Antrian yang sangat panjang dan lama terjadi pada waktu-waktu tertentu dimana arus kedatangan satker ke KPPN sangat tinggi, seperti pada awal bulan, saat rekon gaji dan akhir tahun dan antrian tersebut hanya untuk layanan penerimaan SPM saja sedangkan meja layanan lainnya sepi dan bahkan kosong.

Adanya meja layanan yang kosong menimbulkan persepsi yang kurang bagus kepada satker dan sudah menjadi fenomena umum bahwa satker tidak suka menunggu sehingga setiap satker mengharapkan untuk segera mendapatkan pelayanan dari petugas FO di meja layanan yang diinginkan tanpa harus menunggu lama. Antrian yang panjang dan lama ditambah pemandangan meja layanan yang kosong sangat mempengaruhi kenyamanan mereka sehingga menyebabkan menurunnya kepuasan satker. Selain itu, tidak seimbangnya beban layanan seperti ini dapat menimbulkan konflik di antara petugas meja layanan (FO dan CSO).

Inti dari permasalahan ini adalah beban layanan yang tidak seimbang sehingga meja layanan pada KPPN tidak dapat dimanfaatkan dengan optimal secara keseluruhan. Optimalisasi seluruh meja layanan pada KPPN dengan beban layanan yang relatif sama dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pelayanan terpadu melalui customer service. Pada sistem ini, customer service diharapkan dapat melakukan “One Stop Treasury Service”, artinya bahwa segala jenis layanan yang ada pada KPPN akan dilayani oleh customer service sehingga satker maupun stakeholder dalam berhubungan dengan KPPN cukup dengan customer service. One Stop Treasury Service” merupakan perluasan layanan CSO menggantikan layanan FO dan layanan CSO yang parsial akan meningkatkan kualitas layanan pada satker, sekaligus menyeimbangkan beban kerja antar meja layanan dan membuat layanan KPPN menjadi jauh lebih efisien. Pola ini juga mendukung pelaksanaan coworking space.

 

Sistem Pelayanan Terpadu Saat ini

Sistem pelayanan terpadu pada KPPN berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-222/PB/2012 tentang Standar Pelayanan Minimum Kantor Vertikal Lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan membagi jenis layanan menjadi 5, yaitu layanan penerimaan SPM, Rekonsiliasi Verak, Bank, CSO dan Persuratan. Semua layanan pada KPPN dlaksanakan oleh petugas frontline yaitu petugas FO dan CSO. Frontline layanan CSO adalah petugas CSO sedangkan untuk layanan selain layanan CSO adalah petugas FO. Pelaksanaan pelayanan dilakukan oleh Kepala Seksi terkait dan Kepala Subbagian Umum secara bersama-sama dengan menugaskan pegawainya untuk menjadi petugas frontline.

Setiap jenis layanan memiliki prosedur dan norma waktu masing-masing sehingga pelayanan dilakukan berdasarkan nomor antrian sesuai dengan jenis layanan. Meskipun demikian, dalam proses pelayanan di setiap meja layanan, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Namun pada pelaksanaannya, tidak semua petugas frontline memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentang perbendaharaan serta kemampuan untuk menyampaikan informasi kepada satker maupun stakeholder.

Pada KPPN Jakarta II, di saat arus kedatangan satker ke KPPN sangat tinggi untuk meja layanan penerimaan SPM dan mengakibatkan antrian layanan yang panjang dan lama di atasi dengan memanfaatkan meja layanan yang tidak aktif untuk digunakan sebagai meja layanan penerimaan SPM dengan menugaskan pegawai seksi lainnya atau subbagian umum untuk menjadi petugas FO. Dengan demikian, pada prinsipnya meja layanan dapat digunakan untuk melayani semua jenis pelayanan.



Sistem Pelayanan Terpadu Melalui Customer Service

One Stop Treasury Service” adalah sistem pelayanan terpadu melalui customer service. Sistem ini merupakan adaptasi dari model pelayanan jasa pada dunia perbankan. Customer service merupakan kegiatan eksternal dari humas dalam dunia perbankan, tugas utama seorang customer service adalah memberikan pelayanan dan membina hubungan dengan masyarakat. Tugas customer service merupakan tulang punggung kegiatan operasional dalam dunia perbankan (Kasmir, 2011). Customer service tidak melaksanakan secara langsung administrasi pembukuan dari transaksi financial yang dilakukan nasabah, tetapi membantu nasabah yang hendak berhubungan dengan bank. Semua transaksi atau kegiatan yang berhubungan dengan uang tunai dilayani oleh teller.

Dengan mengadopsi sistem pada pelayanan perbankan, customer service pada KPPN merupakan jasa pelayanan yang diberikan oleh KPPN kepada satker maupun stakeholder yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan KPPN. Seperti pada perbankan, customer service KPPN merupakan tulang punggung kegiatan pelayan pada KPPN. Customer service merupakan perantara antara KPPN dengan satker maupun stakeholder yang ingin mendapatkan jasa pelayanan pada KPPN.Dan dikarenakan pada KPPN tidak ada transaksi financial yang berhubungan dengan uang tunai maka pelayanan pada KPPN dilakukan oleh customer service.

Pada sistem ini dilakukan penyederhanaan jenis layanan yang semula 5 (lima) menjadi 2 (dua), yaitu: Layanan Perbendaharaan dan Layanan Pengambilan Dokumen. Petugas yang menjadi petugas frontline adalah customer service (petugas CSO) untuk layanan perbendaharaan dan front office (petugas FO) untuk layanan pengambilan dokumen. Pelaksanaan pelayanan dilakukan oleh Kepala Seksi MSKI/PDMS dan Kepala Subbagian Umum secara bersama-sama. Kepala Seksi MSKI/PDMS terkait penugasan pegawai sebagai petugas CSO dan Kepala Subbagian Umum terkait penugasan pegawai sebagai petugas FO.

Penyederhanaan dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan baik dari pemanfaatan meja layanan maupun SDM yang ada pada KPPN dalam upayanya meningkatkan kepuasan pengguna layanan dengan memberikan kemudahan pengguna layanan dalam mengakses layanan perbendaharaan pada KPPN secara sederhana, cepat, transparan, akuntabel, tepat, pasti dan terukur jangka waktunya serta efektif dan efisien. Perubahan layanan menjadi layanan perbendaharaan secara keseluruhan tidak ada kendala karena meja layanan tidak terikat dengan aplikasi SPAN.

Customer service memberikan layanan sesuai dengan permintaan dan untuk permintaan yang tidak bisa diproses di meja layanan, customer service meneruskan permintaan tersebut kepada seksi terkait atau subbagian untuk diproses lebih lanjut. Setelah diselesaikan, hasilnya diserahkan kembali kepada petugas FO pengambilan dokumen. Petugas FO nantinya yang menyerahkannya kepada satker maupun stakeholder sebagai pemohon. Dengan menerapkan sistem ini, pengguna layanan diharapkan bisa mendapatkan informasi tentang perbendaharaan secara optimal sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pengguna layanan dan tercipta satker dan stakeholder yang cerdas dan berkualitas (smart customer).

Saat ini, pelaksanaan sistem ini bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi eksisting sesuai dengan jenis layanan dan e-office. Namun, untuk selanjutnya perlu dibangun aplikasi yang terintegrasi dengan aplikasi eksisting dan e-office. Hal ini bertujuan agar kinerja pada customer service lebih efektif dan efisien sehingga waktu pelayanan menjadi semakin cepat karena aplikasi yang digunakan cukup satu. Aplikasi tersebut selain terintegrasi dengan aplikasi eksisting dan e-office ditambahkan menu survei kepuasan pengguna layanan sederhana dengan menampilkan 3 (tiga) emoticon yang melambangkan tingkat kepuasan yaitu sangat puas, puas dan tidak puas yang digunakan untuk menilai kinerja customer service dan mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan.



Kendala yang dihadapi dalam menerapkan sistem ini adalah ketersediaan SDM yang menjadi petugas CSO dan desain layout layanan KPPN. Solusi sementara terkait dengan masalah ketersediaan SDM yang menjadi petugas CSO adalah dengan cara mengalihkan petugas FO pada sistem sebelumnya menjadi petugas CSO pada sistem ini. Adapun permasalahan lainnya terkait SDM adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh petugas CSO. Petugas CSO harus memiliki kompetensi individu adalah kemampuan komunikasi, tingkat pemahaman terhadap permasalahan perbandaharaan dan peraturan terkait dan aplikasi komputer yang digunakan. Solusi untuk kendala ini adalah dengan mengadakan Gugus Kendali Mutu (GKM) terkait dengan penerapan SOP, service excellence, peraturan dan pelatihan IT dan aplikasi HAI DJPb. Desain layout layanan KPPN menjadi kendala jika masih ada mobilitas dokumen dari petugas CSO ke seksi terkait atau subbagian umum dalam hal penyelesaian permintaan satker maupun stakeholder. Namun dengan adanya penerapan e-office dan aplikasi SAKTI yang didukung dengan digital signature menjadikan mobilitas dokumen tidak diperlukan sehingga desain layout layanan KPPN yang ada saat ini tidak menjadi kendala dalam menerapkan sistem ini.

One stop treasury service” sebelum diterapkan harus ditetapkan terlebih dahulu SOP dan norma waktu pelayanan. Pada dasarnya jenis layanan yang ada pada KPPN tidak berubah hanya saja dalam pelayanannya tidak lagi dibedakan meskipun demikian perlu adanya penyesuaian SOP yang sudah ada saat ini. Penyesuaian SOP khususnya pada petugas meja layanan yang sebelumnya adalah petugas frontline pada masing-masing seksi terkait dan subbagian umum disesuaikan menjadi petugas CSO untuk layanan perbendaharaan dan petugas FO untuk layanan pengambilan dokumen. Dan untuk norma waktu pelayanan pada dasarnya sama untuk masing-masing layanan perbendaharaan yang ada hanya saja dalam sistem ini seorang customer service bisa saja menerima layanan lebih dari 1 (satu) jenis layanan sehingga norma waktu pelayanan merupakan akumulasi dari jumlah layanan yang diinginkan oleh satker atau stakeholder.

Sistem ini bertujuan untuk memenuhi kepuasan pengguna layanan dengan meningkatkan kualitas pelayanan KPPN oleh customer service. Kepuasan pengguna layanan dapat dipenuhi apabila kinerja pelayanan customer service melampaui harapan pengguna layanan. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa kualitas pelayanan bisa dipersepsikan oleh pengguna layanan secara bervariasi sehingga KPPN harus bisa memahami keinginan satker maupun stakeholder dalam hal pelayanan. Dalam rangka untuk mengetahui keinginan pengguna layanan maka pada sistem ini pengguna layanan langsung memberikan penilaian terhadap kinerja pelayanan petugas frontline. Selain itu, sistem ini untuk penyelesaian konflik yang terjadi di antara petugas frontline yang diakibatkan beban layanan yang tidak seimbang.  Dan untuk mengetahui beban layanan pada masing-masing meja layanan digunakan data user pada aplikasi. Data user pada aplikasi digunakan sebagai alat ukur intensitas pelayanan dan kinerja pegawai.

Dasar hukum pelaksanaan “one stop treasury service” pada KPPN adalah Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-222/PB/2012 tentang Standar Pelayanan Minimum Kantor Vertikal Lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan peraturan ini bisa digunakan sebagai dasar hukum untuk pelaksanaan model “one stop treasury service” sistem pelayanan terpadu melalui customer service karena pada dasarnya jenis layanan, lingkup kegiatan, pemangku kepentingan dan indikator SPM (Tolok Ukur) tidak berubah. Meskipun demikian, perlu dilakukan penyesuaian Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-222/PB/2012 tentang Standar Pelayanan Minimum Kantor Vertikal Lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk dijadikan sebagai dasar hukum pelaksanaan model “one stop treasury service” sistem pelayanan terpadu melalui customer service. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari adanya temuan di masa datang.

 

Kesimpulan

 “One stop treasury service” di KPPN saat ini kurang sempurna karena satker harus berpindah dari meja layanan satu ke meja layanan lainnya untuk menyelesaikan permasalahannya. Penyatuan jenis layanan di KPPN menjadi satu jenis layanan yaitu CSO akan sangat meningkatkan kualitas layanan bagi satker. Model ini akan berakibat pada efisiensinya antrian satker sekaligus juga sumber daya di KPPN karena terjadi balancing beban kerja.

Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-222/PB/2012 tentang Standar Pelayanan Minimum Kantor Vertikal Lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan perlu dilakukan penyesuaian agar bisa digunakan sebagai dasar hukum pelaksanaan model “one stop treasury service” sistem pelayanan terpadu melalui customer service. Selain itu, sistem ini harus disertai dengan penetapan SOP dan batasan norma waktu pelayanan sebagai standar dalam memberikan pelayanan.

Setelah dasar hukum, SOP dan batasan norma waktu pelayanan ditetapkan sistem pelayanan terpadu melalui customer service sudah bisa diterapkan meskipun untuk pelaksanaannya sementara masih menggunakan aplikasi yang digunakan secara parsial.  Dan untuk penyempurnaannya, persiapan teknis yang harus dilakukan adalah membuat aplikasi yang terintegrasi dengan aplikasi yang digunakan dan mengadakan pelatihan kompetensi pegawai untuk petugas CSO.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Awaluddin. 2011. Manajemen Bank Syariah. Makassar: Alauddin University Press

Daryanto dan Ismanto Setyobudi. 2014. Konsumen dan Pelayanan Prima. Yogyakarta: Gava Media

Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan, edisi revisi delapan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Kasmir. 2011. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja: Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-222/PB/2012 tentang Standar Pelayanan Minimum Kantor Vertikal Lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-278/PB/2015 tentang Standar Operasional Prosedur pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-151/PB/2018 tentang Pedoman Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015 Pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Internet

Kontributor PMO Transformasi Kelembagaan Ditjen Perbendaharaan. 2015. Arah Jabatan Fungsional Penyuluh Perbendaharaan. (online). (https://www.djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/transformasi-kelembagaan/150-transformasi-kelembagaan-tk/1604-arah-jabatan-fungsional-penyuluh-perbendaharaan.html. Diakses 26 Desember 2018)

Hasan, Irmayanti. 2011. Model Optimasi Pelayanan Nasabah Berdasarkan Metode Antrian (Queuing System) dalam Jurnal Keuangan dan Perbankan. (online) Vol.15 No.1 Januari 2011. chrome-extension://oemmndcbldboiebfnladdacbdfmadadm/https://media.neliti.com/media/publications/115165-ID-model-optimasi-pelayanan-nasabah-berdasa.pdf. Diakses 02 Januari 2019)

Wahyuningsih, Tri. 2017. Menciptakan “Customer Excellence” Setelah “Service Excellence”. (online). (http://www.djpbn.kemenkeu.go.id/kppn/cilacap/id/berita/artikel/2826-menciptakan-%E2%80%9Ccustomer-excellence%E2%80%9D-setelah-%E2%80%9Cservice-excellence%E2%80%9D.html. Diakses 31 Desember 2018)

Yusriadi, dkk. 2017. Bureaucratic Reform in Public Service: A Case Study on the One Stop-Integrated Service dalam Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER Publishing, Rome-Italy. (online). Vol.8 No.2 March 2017. (chrome-extension://oemmndcbldboiebfnladdacbdfmadadm/http://www.mcser.org/journal/index.php/mjss/article/download/9884/9518. Diakses 27 Desember 2018)

DIGIPAY - MARKETPLACE, TRANSFORMASI BELANJA PEMERINTAH MENUJU CASHLESS SOCIETY

  Perubahan Perilaku Belanja Pemerintah Pembayaran belanja pemerintah yang masih menggunakan transaksi tunai adalah pembayaran melalui mek...